Info

Apakah PPh 21 Nihil dan PTKP Tetap Dibuatkan Bupot Oleh Pemotong Pajak?

Pemotong pajak tetap harus membuat bukti pemotongan (bupot) Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21), meski jumlah penghasilan pegawai merupakan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Ketentuan ini juga berlaku bagi jumlah PPh 21 yang dipotong nihil, bila merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024. Artinya, baik Wajib Pajak dengan PPh 21 nihil dan PTKP tetap dibuatkan bupot oleh pemotong pajak.

Secara keseluruhan, PER-2/PJ/2024 menetapkan lima kondisi pemotong pajak tetap membuat bupot PPh. 

Pertama, apabila tidak dilakukan pemotongan PPh 21 karena jumlah penghasilan yang diterima tidak melebihi PTKP. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PTKP orang pribadi ditetapkan sebesar Rp 54 juta per tahun atau masih sama dengan yang diatur dalam UU PPh. 

Kedua, jika jumlah PPh 21 yang dipotong nihil karena adanya surat keterangan bebas atau dikenakan tarif 0 persen. Jadi, meskipun tidak ada pajak yang dipotong, karyawan yang memiliki PPh 21 nihil tetap berhak mendapatkan bupot dari perusahaan. 

Ketiga, apabila terdapat PPh 21 yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Keempat, kalau terdapat PPh 21 yang diberikan fasilitas PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Kelima, jika jumlah PPh 26 yang dipotong nihil berdasarkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda, yang ditunjukkan dengan adanya surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili Wajib Pajak luar negeri.

Bupot PPh 21 merupakan dokumen yang dibuat oleh pemotong pajak sebagai bukti atas pemotongan PPh Pasal 21 dan menunjukkan besarnya PPh Pasal 21 yang telah dipotong. Bupot sangat penting bagi Wajib Pajak untuk keperluan administrasi, seperti melaporkan SPT Tahunan, mengajukan kredit perbankan, atau mengurus hal-hal lain yang membutuhkan data penghasilan.

Dalam Pasal 4 PER-2/PJ/2024, penerima penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26 harus memberikan informasi identitas untuk keperluan pembuatan bupot, berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak dalam negeri; atau tax identification number maupun identitas perpajakan lainnya bagi Wajib Pajak luar negeri.

Jika Wajib Pajak menerapkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda, maka ia harus memberikan surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili kepada pemotong pajak. Lebih lanjut, PER-2/PJ/2024 juga mengatur tentang kewajiban lain yang harus dilakukan pemotong pajak selain membuat bupot PPh 21.

Kewajiban lain tersebut yakni memberikan bupot PPh 21 kepada penerima penghasilan yang merupakan orang pribadi dengan status sebagai Wajib Pajak dalam negeri, serta melaporkan bupot PPh 21 kepada DJP menggunakan SPT Masa Pajak PPh 21.

Baca Juga  : Syarat dan Cara Permohonan Pencabutan PKP

Sebagai catatan, bupot PPh 21 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat dibuat dan dilaporkan secara manual dalam bentuk formulir kertas atau dokumen elektronik. Untuk SPT Masa PPh 21 dalam bentuk formulir kertas yang telah ditandatangani oleh pemotong pajak dan dibubuhi cap, dapat disampaikan secara langsung ke KPP atau KP2KP, melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP.

Sementara untuk SPT Masa PPh 21 yang dilaporkan secara elektronik, dapat disampaikan oleh pemotong pajak melalui aplikasi e-Bupot milik DJP atau milik Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). Yang perlu diingat, pemotong pajak yang telah memilih menyampaikan SPT Masa PPh 21 secara elektronik, tidak diperbolehkan lagi menyampaikan secara manual untuk masa-masa pajak berikutnya.

 

Kesimpulan

Penjelasan mengenai kewajiban pemotong pajak dalam membuat dan melaporkan bupot PPh 21, serta proses pelaporannya adalah langkah yang penting dalam memastikan kepatuhan perpajakan yang baik dan transparan. Dengan mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam PER-2/PJ/2024, diharapkan semua pihak dapat menjalankan proses pemotongan PPh 21 dengan tepat dan efisien.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Syarat dan Cara Permohonan Pencabutan PKP

Kriteria Pemohon Pencabutan PKP

Merujuk Pasal 21 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP, Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak, kriteria WP yang dapat mengajukan permohonan pencabutan PKP di antaranya:

  1. PKP dengan status Wajib Pajak Non Efektif;
  2. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
  3. PKP menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  4. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
  5. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai
    Pengusaha Kena Pajak;
  6. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain; atau
  7. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
    dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencabutan PKP atas dasar:

  • atas permohonan PKP; atau
  • secara jabatan.

Keputusan pencabutan pengukuhan PKP atas permohonan PKP maupun secara jabatan dapat dilakukan berdasarkan hasil verifikasi atau hasil pemeriksaan ketentuan yang berlaku.

Perlu diperhatikan, pencabutan pengukuhan PKP yang didasarkan hasil verifikasi hanya dilakukan apabila:

  1. PKP orang pribadi yang telah meninggal dunia;
  2. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
  3. PKP yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lainnya;
  4. PKP yang jumlah peredaran usaha dan/ atau penerimaan brutonya untuk 1 (satu) tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto untuk pengusaha kecil dan tidak memilih untuk menjadi PKP;
  5. PKP selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; atau
  6. PKP bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.

Baca Juga: Simak Ketentuan Perpajakan Perseroan Perorangan

Syarat Pencabutan PKP

Sebelum mengajukan permohonan penghapusan status pengusaha kena pajak, harus memenuhi syarat pencabutan PKP seperti berikut:

  1. Formulir Permohonan Penghapusan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
  2. Dokumen asli Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP)
  3. Salinan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan NPWP pengurus/likuidator
  4. Salinan Akta pendirian dan/atau Perubahan
  5. Dokumen pendukung yang menjadi alasan pengajuan permohonan pencabutan PKP

Contoh Format Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP

Syarat Pencabutan PKP dan Cara Permohonan

 

Proses Keputusan Pencabutan Pengukuhan PKP

Proses pencabutan status PKP maksimal 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap atau Bukti Penerimaan Surat diterbitkan KPP.

Apabila jangka waktu tersebut sudah terlampaui dan belum ada kabar, maka permohonan Pencabutan PKP dianggap dikabulkan.

 

Cara Permohonan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak

Ketentuan dan mekanisme pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan PKP.

Permohonan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni secara online dan tertulis ke KPP.

A. Permohonan secara online

  1. Mengisi Formulir Pencabutan PKP pada aplikasi e-Registration DJP Online.
  2. Permohonan yang diajukan secara elektronik melalui e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
  3. Unggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen pendukung.
  4. Kirim ke KPP terdaftar.
  5. Apabila permohonan tidak memenuhi ketentuan Kepala KPP akan mengirim email terdaftar ke PKP.
  6. KPP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) apabila dinyatakan lengkap.
  7. Setelah pemeriksaan selesai dan permohonan disetujui, KPP akan mengirimkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.

 

B. Permohonan tertulis

  1. Datang langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) KPP.
  2. Tunggu sesuai nomor antrean pelayanan.
  3. Mengisi Formulir Permohonan Penghapusan NPWP dan bubuhi tanda tangan, serta lampirkan dokumen pendukung lainnya.
  4. Serahkan berkas permohonan pencabutan PKP ke petugas TPT KPP.
  5. Petugas akan memeriksa kelengkapan dokumen.
  6. Apabila seluruh dokumen permohonan dinyatakan lengkap, petugas akan memberikan LPAD (Lembar Pengawasan Arus Dokumen) dan Bukti Penerimaan Surat (BPS).
  7. Proses permohonan pencabutan PKP sekitar 6 bulan sejak pengajuan disampaikan.
  8. Selanjutnya Surat Pencabutan PKP sudah dapat diambil ke TPT KPP tempat pengajuan dilakukan.

 

Contoh Surat Pencabutan PKP

 

Kesimpulan

Itulah penjelasan tentang syarat pencabutan PKP dan tata cara permohonannya. Pemahaman yang baik tentang syarat-syarat pencabutan PKP dan prosedur permohonannya sangat penting bagi wajib pajak untuk memastikan kelancaran proses perubahan status pajak mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Agar mudah mengelola perpajakan, mulai dari menghitung, bayar hingga lapor pajaknya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik. Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Simak Ketentuan Perpajakan Perseroan Perorangan

Apa itu Perseroan Perorangan?

Lembaga resmi Kemenkop & UKM RI yang berfokus pada akses pemasaran UKM, Perseroan Perorangan adalah sebuah badan hukum yang bersifat perorangan dan didirikan hanya oleh satu orang. Badan ini harus memenuhi persyaratan usaha mikro dan kecil atau UMK. Dalam proses pendiriannya, ada beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh perseroan perorangan. Jika termasuk unsur perorangan, badan ini dapat didirikan oleh satu orang namun pendirinya harus warga negara Indonesia (WNI). Nantinya, pendiri akan bertindak juga sebagai pemegang saham. Sedangkan untuk unsur UMK, pendirian perseroan ini ditujukan untuk usaha yang termasuk dalam usaha mikro dan kecil. Pendiri tidak perlu membuat akta notaris saat akan membentuk perseroan perorangan, cukup dengan surat pernyataan pendirian saja. Selain nama dan lokasi, surat pernyataan ini harus memuat beberapa informasi, seperti jangka waktu pendirian, maksud dan tujuan kegiatan usaha, jumlah modal yang disetor dan ditempatkan, jumlah saham, serta data pribadi pendiri.


Baca Juga :  Laporan Keuangan Audit Harus Dilampirkan Pada SPT Badan?


Bagaimana Ketentuan Pajaknya?

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-20/PJ/2022 untuk memberikan penjelasan mengenai aspek perpajakan perseroan perorangan. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa perseroan perorangan merupakan subjek pajak badan. Meskipun dimiliki oleh satu orang entitas tersebut tidak dipandang sebagai subjek pajak orang pribadi. Hal ini merujuk pada pengertian bahwa Perseroan Perorangan merupakan bagian dari arti Perseroan Terbatas yang diperluas dalam UU Cipta Kerja. Maka, selayaknya perseroan ini pun ditetapkan sebagai subjek pajak badan seperti PT. Lalu, apa saja ketentuan pajak yang perlu diperhatikan?

Memiliki NPWP dan Dikukuhkan Sebagai PKP
Perseroan perorangan yang sudah memenuhi ketentuan perpajakan harus memiliki NPWP. NPWP digunakan sebagai identitas dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, seperti untuk akun DJP Online, serta dalam penyetoran dan pelaporan pajak. Perseroan perorangan juga dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sepanjang memenuhi persyaratan untuk menjadi PKP. Syarat perseroan perorangan dikukuhkan sebagai PKP adalah melakukan penyerahan terutang PPN lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Wajib pajak juga dapat memilih dikukuhkan meskipun belum memenuhi batasan tersebut.


Dikenakan Pajak Penghasilan
Selayaknya badan hukum lainnya, perseroan perorangan dikenakan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan). Penghasilan yang dimaksud meliputi keseluruhan pertambahan nilai ekonomi yang diperoleh, yang dapat digunakan untuk kegiatan konsumsi ataupun menambah nilai kekayaan. Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang didapat dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk menghitung PPh Badan, perseroan perorangan perlu menentukan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak diperoleh dari penghasilan usaha dikurangi dengan biaya yang dapat dibebankan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU PPh. Pajak terutang dihitung dengan mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.

Secara sederhana, proses penghitungan PPh Badan untuk perseroan perorangan dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Menghitung penghasilan neto fiskal. Penghasilan neto fiskal diperoleh dari penghasilan bruto dikurangi penghasilan bersifat final, penghasilan bukan objek pajak, dan biaya yang boleh dibebankan secara fiskal.
2. Menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak dihitung dari penghasilan neto fiskal dikurangi kompensasi kerugian.
3. Menghitung PPh Badan terutang. PPh Badan terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan tarif.
4. Menghitung PPh Badan yang harus dibayar. PPh Badan yang kurang atau lebih dibayar dihitung dari PPh Badan dikurangi jumlah kredit pajak.


Tarif Pajak Perseroan Perorangan
Melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, wajib pajak UMKM yang menggunakan PP-23/2018 diberikan fasilitas “PTKP” sebesar Rp500 Juta. Namun ketentuan tersebut hanya berlaku untuk orang pribadi. Perusahaan perseorangan tidak dapat memanfaatkan fasilitas tersebut karena merupakan subjek pajak badan.

Dengan  demikian, tarif PPh yang berlaku untuk perseroan perorangan adalah tarif PPh Badan umum, yakni 22%. Perseroan perorangan masih bisa memanfaatkan pengurangan tarif seperti telah diatur dalam Pasal 31E UU Pajak Penghasilan. Pasal tersebut menyatakan bahwa subjek pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto mencapai Rp50 Miliar memperoleh keuntungan berupa pemotongan tarif sebanyak 50% yang dihitung dari tarif Pajak Penghasilan yang dikenakan untuk subjek pajak badan.

 

Kesimpulan

Perseroan Perorangan adalah badan hukum yang dibentuk oleh satu orang dan harus memenuhi persyaratan UMK. Pendiri bisa WNI dan bertindak sebagai pemegang saham. Meskipun dimiliki satu orang, perseroan perorangan dianggap subjek pajak badan, bukan orang pribadi. Dalam aspek perpajakan, perseroan perorangan harus memiliki NPWP, dapat dikukuhkan sebagai PKP, dan dikenakan PPh Badan dengan tarif umum 22%. Meskipun UMKM mendapat fasilitas tarif PPh Badan, perseroan perorangan dikecualikan karena dianggap subjek pajak badan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Pembuatan PT dan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Laporan Keuangan Audit Harus Dilampirkan Pada SPT Badan?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa perusahaan wajib melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) badan.

"Bisa dilihat di lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor (PER)-02/PJ/2019, SPT Tahunan PPh badan dilampiri dengan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Laporan keuangan yang wajib diaudit adalah laporan keuangan konsolidasi,” tulis DJP melalui salah satu akun resmi X (@kring_pajak) dalam menjawab pertanyaan warganet."

Selain itu, DJP menuturkan, laporan keuangan yang wajib diaudit akuntan publik, salah satunya mengacu pada Pasal 68 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Regulasi ini berisi, meliputi pertama, direksi wajib menyerahkan laporan keuangan perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;  perseroan merupakan perseroan terbuka (PT); perseroan merupakan persero; perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000; atau diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Kedua, dalam hal kewajiban tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Ketiga, laporan atas hasil audit akuntan publik disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.

Keempat, neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam satu surat kabar. 

Kelima, pengumuman neraca dan laporan laba rugi dilakukan paling lambat tujuh hari setelah mendapat pengesahan RUPS. 

Keenam, pengurangan besarnya jumlah nilai ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

“Dalam hal laporan keuangan diaudit, tetapi tidak dilampirkan pada SPT tahunan, maka SPT tahunan tersebut dianggap tidak lengkap dan jelas, sehingga SPT tahunan dianggap tidak disampaikan,” jelas DJP.

Selain laporan keuangan yang telah diaudit akuntan publik, Wajib Pajak badan juga harus melampirkan debt to equity ratio dan utang swasta luar negeri bagi PT yang membebankan utang dalam SPT tahunan.

Kemudian, SPT tahunan badan juga perlu dilampirkan ikhtisar dokumen induk dan dokumen lokal (khusus Wajib Pajak dengan transaksi hubungan istimewa), laporan penyampaian country by country report, daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif biaya promosi dan laporan tahunan penerimaan negara dari kegiatan hulu minyak dan/atau gas bumi (khusus Wajib Pajak sektor minyak dan/atau gas).

 

Kesimpulan

Pemenuhan kewajiban perusahaan untuk melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit dalam SPT Tahunan PPh badan adalah langkah penting dalam menjaga ketaatan perpajakan dan memastikan ketersediaan informasi keuangan yang akurat dan terpercaya bagi pihak terkait. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan bahwa mereka mematuhi regulasi yang berlaku dan menyampaikan SPT Tahunan PPh badan dengan lengkap dan tepat waktu.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Simak Pajak THR 2024

 

Belakangan ini media sosial ramai membahas soal potongan pajak Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun 2024 bagi karyawan swasta yang disebut-sebut lebih besar jika dibandingkan tahun sebelumnya. Merespons hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan penjelasan terkait penerapan penghitungan pajak THR Tahun 2024. Dalam keterangan tertulisnya, DJP Kemenkeu mengatakan, skema pemotongan pajak THR 2024 menggunakan metode perhitungan PPh Pasal 21 dengan skema tarif efektif rata-rata (TER).  Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti menegaskan bahwa penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Hal ini lantaran tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari hingga November. “Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari hingga November, sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut dia memberi gambaran untuk kasus wajib pajak menerima THR, dengan metode penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER, maka pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif pasal 17 yakni PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR. Sementara dengan penerapan TER, maka pemberi kerja tinggal menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan dikali tarif sesuai tabel TER. “Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar. Sebab [jumlah penghasilan] terdiri dari komponen gaji dan THR,” tuturnya. Adapun sebelumnya, DJP pada laman instagramnya @ditjenpajakri menjelaskan bahwa TER bukanlah jenis pajak baru dan dalam penerapannya, tidak ada beban pajak baru. Melalui unggahan tersebut, DJP memberi simulasi penghitungan penggunaan TER secara lengkap. Jika dicermati, memang tidak ada perbedaan besaran potongan pajak yang dibebankan kepada wajib pajak, baik sebelum menggunakan metode TER maupun sesudahnya. Hanya saja, apabila menggunakan penghitungan dengan metode TER, maka wajib pajak akan dibebankan potongan pajak yang lebih besar pada Desember. Sementara, besaran potongan pajak per bulan pada periode Januari hingga November lebih kecil dibandingkan bulan Desember. “Jika #KawanPajak mendapati PPh Pasal 21 mulai bulan ini hingga November lebih besar daripada biasanya, bisa jadi nanti di bulan Desember malah PPh Pasal 21 lebih kecil,” tulis keterangan pada unggahan tersebut.

 

Besar Tunjangan Hari Raya 2024

Dasar hukum pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 s.t.d.t.d. PP 51/2023 tentang Pengupahan, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang THR bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Besar THR sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menaker No. M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, sebagai berikut:

Besar THR

“Untuk memastikan pelaksanaan pembayaran THR tahun 2024, Menaker meminta gubernur beserta seluruh jajarannya di daerah untuk mengupayakan agar perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR keagamaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” –Tweet Kementerian Ketenagakerjaan RI di akun X @KemnakerRI (19/3/2024).

 

Pajak THR Berapa Persen?

Pajak THR adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa tunjangan hari raya yang diterima oleh karyawan atau pekerja.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Pada Pasal 5 huruf beleid ini disebutkan, bahwa penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26 termasuk penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

Salah satu bentuk penghasilan tidak teratur adalah berupa Tunjangan Hari Raya (THR).

THR kena pajak apabila jumlah penghasilan tidak teratur yang diterima karyawan/pekerja tersebut di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yakni melebihi Rp4,5 juta sebula atau Rp54 juta setahun.

Maka pemberian tunjangan hari raya keagamaan merupakan objek pajak penghasilan yang dikenakan pajak dengan besar tarif pajak THR sesuai dengan tarif PPh 21 TER. dan tarif progresif Pasal 17 UU PPh No. 36 Tahun 2008 jo. UU Cipta Kerja.

Apabila besar THR ditambah dengan penghasilan neto setahun hasilnya di bawah PTKP, maka THR yang diterima tidak dikenakan pajak.

Baca Juga: Untuk Apa Proses Pemeriksaan Pajak??Apakah Penting??

Cara Menghitung Pajak THR

Karena THR merupakan penghasilan bersifat tidak teratur yang diterima setahun sekali,

Sehingga untuk menghitung nilai pajak penghasilannya tidak perlu disetahunkan.

Maka tahapan untuk menghitung pajak THR sebagai berikut:

1. Menghitung penghasilan neto

Rumus: (Penghasilan Bruto – Pengurang = Penghasilan Neto)

Pengurang yang dapat dikurangi dari penghasilan bruto di antaranya:

  • Biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto atau maksimal Rp6 juta.
  • Iuran jaminan hari tua (JHT), JKK, JKM, Pensiun, dan lainnya.

2. Menghitung penghasilan kena pajak

Rumus: (Penghasilan Neto – PTKP = Penghasilan Kena Pajak)

Penghasilan kena pajak yang diperoleh kemudian dikenakan tarif pajak progresif PPh Pasal 17 dan PPh 21 TER.

Contoh Perhitungan:

Tuan A merupakan karyawan tetap di PT BBB dengan gaji yang diterima sebesar Rp10.000.000 setiap bulan dan dipotong biaya jabatan Rp500 ribu per bulan.

Tuan A memiliki istri yang tidak bekerja dan tanggungan satu anak. Besar tunjangan per bulan sebesar Rp5 juta dan tidak ada iuran bulanan.

Menjelang Hari Raya tahun ini, Tuan A mendapat Tunjangan Hari Raya satu bulan gaji, yaitu sebesar Rp10.000.000 pada April.

Dalam setahun, Tuan A tidak memperoleh uang lembur namun mendapat bonus satu kalai gaji yakni sebesar Rp10 juta pada Desember.

Maka perhitungan pajak THR Tuan A sebagai berikut:

  • Status pajak Tuan A = PTKP K/1 (Menikah dan 1 tanggungan)
  • Penghasilan bruto sebulan Rp10 juta = Rp120 juta setahun
  • Biaya jabatan per bulan Rp500 ribu = Rp6 juta setahun
  • THR dibayar pada April = Rp10 juta
  • Bonus dibayar Desember = Rp10 juta
  • Tarif kategori = TER B
  • TER B gaji + tunjangan sebesar Rp15 juta = Tarif TER 6%
  • TER B gaji + tunjangan + THR sebesar Rp25 juta = Tarif TER 9%

Dengan demikian, berikut rincian perhitungan pajak THR dan Bonus dalam PPh 21 TER (Tabel 1):

Pajak THR

Dari tabel rincian perhitungan PPh 21 sesuai tarif TER tersebut, maka berikut perhitungan pajak penghasilan yang dipotong hingga November dan Desember sesuai Pasal 17 UU PPh:

  • PPh 21 Januari-November = Rp11,25 juta
  • PPh 21 Desember dihitung menggunakan tarif PPh Pasal 17

Berikut perhitungannya (Tabel 2):

Dari perhitungan PPh 21 sesuai tarif PPh Pasal 17 menggunakan TER tersebut, maka terdapat “Lebih Bayar” pada Desember.

Berdasarkan tabel 1, maka:

Pada bulan April, Tuan A akan menerima gaji + THR yang telah dipotong pajak THR/PPh 21, dengan perhitungan seperti berikut:

  • Gaji + THR = Rp20 juta
  • PPh 21 TER = Rp1,8 juta
  • PPh Terutang Pasal 17 = Rp3,15 juta : 12 bulan = Rp286,36 ribu per bulan

= Rp20 juta – Rp1,8 juta – Rp286,36 juta

= Rp17,91 juta

Sehingga Tuan A akan menerima gaji sekaligus THR sebesar Rp17,91 juta.

Kemudian karena terjadi lebih bayar pada perhitungan PPh 21 pada Desember, maka perusahaan harus mengembalikan sebesar Rp50 ribu di akhir tahun.

 

Pajak THR Wajib Disetorkan

Dari ilustrasi di atas, pemberi kerja atau perusahaan yang memotong pajak THR atas penghasilan yang diterima Tuan A tersebut wajib menyetorkan pemotongan PPh 21 ke kas negara. Pembayaran atau penyetoran pemotongan pajak dapat dilakukan melalui aplikasi e-Billing.

 

Kesimpulan

Dari informasi yang disampaikan, dapat disimpulkan bahwa THR adalah hak yang penting bagi para karyawan sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka. Namun, karyawan perlu memperhatikan bahwa THR juga menjadi objek pemotongan PPh 21, yang dapat berpengaruh pada perencanaan keuangan mereka. Memiliki NPWP dapat mengurangi beban pajak yang dikenakan. Dengan adanya layanan Posko THR, diharapkan para karyawan dapat lebih memahami hak-hak mereka terkait dengan THR dan mempersiapkan diri secara finansial dengan lebih baik.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

UNTUK APA PROSES PEMERIKSAAN PAJAK?? APAKAH PENTING??

Untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pemeriksaan. Meski pun, sebetulnya pemeriksaan pajak bisa juga dilakukan untuk tujuan lain, dalam konteks melaksanakan ketentuan di bidang perpajakan.

Secara umum, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan secara objektif dan profesional yang mengacu pada standar pemeriksaan.

Pemeriksaan juga merupakan bagian dari mekanisme sistem pajak yang dianut Indonesia, yaitu self-assessment. Dalam sistem tersebut, Wajib Pajak (WP) memiliki hak penuh dalam melakukan penghitungan, pembayaran hingga pelaporan pajak.

Sehingga, untuk memastikan proses itu dilaksanakan dengan benar, DJP berwenang untuk mengujinya lewat pemeriksaan.

Secara umum, ada dua jenis pemeriksaan yang dilakukan DJP. Pertama, pemeriksaan lapangan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak. Kedua, pemeriksaan kantor yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

 

Uji Kepatuhan

Setidaknya ada sembilan aktivitas perpajakan yang dapat diuji melalui pemeriksaan, di antaranya:

  1. Pemeriksaan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi)

  2. Pemeriksaan karena terdapat keterangan lain berupa data konkret terkait pajak yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana yang diatur di dalam UU KUP Pasal 13 ayat (1) huruf a.

  3. Pemeriksaan atas permohonan lebih bayar pajak (selain poin 1)

  4. Pemeriksaan terhadap wajib pajak yang telah menerima restitusi pendahuluan

  5. Pemeriksaan atas wajib pajak yang mencatatkan rugi Fiskal di dalam Surat Pemberitahuan (SPT)

  6. Pemeriksaan terhadap WP yang melakukan aksi korporasi seperti penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

  7. Pemeriksaan terhadap WP yang mengubah tahun buku, mengubah metode pembukuan atau melakukan penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi asset).

  8. Pemeriksaan terhadap WP berdasarkan analisis risiko, karena tidak menyampaikan SPT atau penyampaian SPT melampaui jangka waktu,  sebagaimana ditetapkan dalam surat teguran.

  9. Pemeriksaan atas SPT yang disampaikan WP yang terpilih berdasarkan analisis Risiko

 

 Tujuan Lain

Sementara pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan lain, di luar konteks kepatuhan, dapat dilakukan pada saat:

  1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan

  2. Penghapusan NPWP

  3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

  4. Pengajuan keberatan oleh WP

  5. Pengumpulan bahan Penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

  6. Pencocokan data dan/atau alat keterangan

  7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;

  8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak

  10. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau

  11. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


Kesimpulan

Pemeriksaan pajak adalah kegiatan yang penting dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Dalam pelaksanaannya, pemeriksa dapat menggunakan metode dan teknik pemeriksaan pajak tertentu guna menunjang prosedur pemeriksaan.

Dalam pemeriksaan pajak, tentu ada banyak dokumen dan data yang harus dipersiapkan oleh Wajib Pajak. Tidak mudah dalam menyiapkan hal tersebut karena Anda diharuskan teliti dan hati-hati. Agar tidak terjadi kesalahan dalam proses tersebut, Anda bisa menggunakan Jasa Tax Review dan Persiapan Pemeriksaan Pajak dengan kami

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00