Info

Pengenaan Pajak Atas Transaksi Elektronik di Platfrom E-Commerce

 

Pajak e commerce menjadi pembahasan yang hangat sejak beberapa tahun silam. Pasalnya sebelum ada peraturan yang ditetapkan, transaksi jual-beli di e-commerce ini tidak dikenakan pajak apa pun. Berbeda dengan belanja di supermarket yang mana harga barang tersebut dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai), atau belanja di toko UMKM yang dikenakan PPh Final 0.5%. Pembeli dan penjual yang melakukan transaksi di e-commerce, juga semua kegiatan perekonomian yang berlangsung secara digital, bebas pajak.

Namun, bukan berarti pajak e commerce luput dari perhatian pemerintah. Setelah melalui diskusi yang panjang, Kementerian Keuangan merilis berbagai peraturan maupun surat edaran untuk mengatur perpajakan atas transaksi digital ini. Apa saja peraturan tersebut? Lalu, pajak apa yang dikenakan untuk transaksi dalam e-commerce? Simak selengkapnya di artikel ini.

Jenis Transaksi E-Commerce

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE/62/PJ/2013, transaksi e-commerce terbagi menjadi 4 model, di antaranya:

1.Online Marketplace

Online Marketplace adalah kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa Toko Internet di Mal Internet sebagai tempat Online Marketplace Merchant menjual barang dan/atau jasa. Pihak yang terkait:

  • Mal Internet, adalah situs perbelanjaan berbasis internet yang terdiri dari beberapa Toko Internet yang dikelola oleh Penyelenggara Online Marketplace.
  • Toko Internet, adalah bagian dari Mal Internet yang ditawarkan oleh Penyelenggara Online Marketplace kepada Online Marketplace Merchant sebagai tempat kegiatan usaha.
  • Penyelenggara Online Marketplace, adalah pihak yang menjalankan kegiatan usaha Mal Internet.
  • Online Marketplace Merchant, adalah pihak yang membuka dan mengoperasikan Toko Internet untuk melakukan penjualan barang dan/atau jasa di Toko Internet melalui Mal Internet.
  • Pembeli, adalah pihak yang melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari Online Marketplace Merchant di Toko Internet melalui Mal Internet.

2. Classified Ads

Classified Ads adalah kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang konten (teks, grafik, video penjelasan, informasi dan lain-lain) barang dan/atau jasa bagi Pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan kepada Pengguna Iklan melalui situs yang disediakan oleh Penyelenggara Classified Ads. Pihak terkait:

  • Penyelenggara Classified Ads adalah pihak yang menyediakan tempat bagi Pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan pada Pengguna Iklan melalui situs yang disediakan Penyelenggara Classified Ads.
  • Pengiklan, adalah pihak yang memasang iklan menggunakan situs yang disediakan oleh Penyelenggara Classified Ads.
  • Pengguna Iklan adalah pihak yang menggunakan iklan yang dipasang di situs yang disediakan Penyelenggara Classified Ads.

3. Daily Deals

Daily Deals merupakan kegiatan penyediaan tempat kegiatan usaha berupa situs Daily Deals sebagai tempat Daily Deals Merchant menjual barang dan/atau jasa kepada Pembeli dengan menggunakan Voucher sebagai sarana pembayaran. Pihak yang terkait:

  • Situs Daily Deals adalah situs perbelanjaan yang berbasis internet yang dikelola oleh Penyelenggara Daily Deals.
  • Penyelenggara Daily Deals adalah pihak yang menjalankan kegiatan usaha berupa situs Daily Deals sebagai tempat daily Deals Merchant menjual barang dan/atau jasa.
  • Daily Deals Merchant adalah pihak yang menjual barang dan/atau jasa dengan menggunakan fasilitas Voucher melalui situs Daily Deals.
  • Voucher adalah alat tukar untuk produk dan layanan tertentu dari Daily Deals Merchant yang diterbitkan oleh Daily Deals Merchant atau Penyelenggara Daily Deals dan hanya bisa didapatkan oleh Pembeli melalui situs Daily Deals.
  • Pembeli melakukan pembayaran antara lain melalui rekening yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara Online Retail, kartu kredit atau uang tunai.

4. Online Retail

Online Retail adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh Penyelenggara Online Retail kepada Pembeli di situs Online Retail. Pihak yang terkait:

  • Situs Online Retail adalah situs perbelanjaan yang berbasis internet yang dikelola oleh Penyelenggara Online Retail.
  • Penyelenggara Online Retail adalah pihak yang memiliki situs Online Retail dan sekaligus sebagai pihak yang melakukan penjualan barang dan/atau jasa.
  • Pembeli adalah pihak yang melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari Penyelenggara Online Retail melalui situs Online Retail.
  • Pembeli melakukan pembayaran antara lain melalui rekening yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara Online Retail, kartu kredit, atau menggunakan uang tunai.

Objek dan Subjek Pajak

Berdasarkan tiap-tiap transaksi e commerce, berikut ini objek dan subjek pajaknya:o

1. online Marketplace

Jika ada pembayaran imbalan atas jasa penyediaan tempat dan/waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi kepada Penyelenggara Online MarketplaceOnline Marketplace yang merupakan wajib pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi ditunjuk sebagai pemotong pajak.

Jika ada pembayaran imbalan sehubungan dengan jasa perantara kepada penyelenggara Online Marketplace, pihak yang menjadi pemotong pajak adalah Online Marketplace Merchant yang merupakan wajib pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi.

Jika Penyelenggara Online Marketplace menggunakan jasa dari pihak lain untuk menyelenggarakan Online Marketplace yang merupakan wajib pajak badan, bentuk usaha tetap, orang pribadi, atau wajib pajak luar negeri, Online Marketplace wajib memotong pajak atas jasa tersebut.

Pembelian barang oleh Pembeli di Online Marketplace Merchant, maka Pembeli menjadi pihak yang memungut pajak.

2. Classified Ads

Pihak Pengiklan yang merupakan wajib pajak dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi menjadi pemotong pajak atas pembayaran jasa penyediaan media untuk penyampaian informasi kepada Penyelenggara Classified Ads.

Jika Penyelenggara Classified Ads menggunakan jasa dari pihak lain untuk menyelenggarakan Classified Ads yang merupakan wajib pajak badan, bentuk usaha tetap, orang pribadi atau wajib pajak luar negeri, maka Penyelenggara Classified Ads menjadi pemotong pajak.

Jika Pengguna Iklan melakukan transaksi dengan Pengiklan yang mengakibatkan timbulnya penghasilan bagi Pengiklan yang merupakan objek pemotongan pajak, Pengguna Iklan menjadi wajib pajak yang memotong pajak tersebut.

3. Daily Deals

Jika ada pembayaran imbalan atas jasa penyediaan tempat dan/waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi kepada Penyelenggara Daily Deals, Merchant Daily Deals yang merupakan wajib pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi ditunjuk sebagai pemotong pajak.

Jika ada pembayaran jasa perantara kepada Penyelenggara Daily DealsMerchant Daily Deals merupakan pihak yang wajib memotong pajak tersebut.

Jika Penyelenggara Daily Deals menggunakan jasa dari pihak lain untuk menyelenggarakan Daily Deals, yang merupakan wajib pajak badan, bentuk usaha tetap, orang pribadi atau wajib pajak luar negeri, Penyelenggara Daily Deals wajib memotong pajak atas jasa tersebut.

4. Online Retail

Jika terjadi pembelian barang oleh Pembeli dari Penyelenggara Online Retail, Pembeli akan menjadi pihak yang memungut pajak.

Jika terjadi pembelian/penggunaan jasa dari Pembeli kepada Penyelenggara Online Retail yang merupakan wajib pajak badan, bentuk usaha tetap, orang pribadi atau wajib pajak luar negeri, Pembeli menjadi pihak yang memungut pajak tersebut.

Jika Penyelenggara Online Retail menggunakan jasa dari pihak lain untuk menyelenggarakan Situs Online Retail, yang merupakan wajib pajak badan, bentuk usaha tetap, orang pribadi atau wajib pajak luar negeri, Penyelenggara Online Retail menjadi pihak pemungut pajak tersebut.

Seperti Apa Dan Seberapa Besar Pajak Atas Transaksi E-Commerce?

E-commerce mulai menjamur di tanah air. Pada 2025 transaksi e-commerce bisa mencapai US$82 miliar. Transaksi e-commerce menjadi salah satu tertinggi di Asia Tenggara disusul dengan Vietnam. Tak heran bila pemerintah menerapkan pajak e-commerce sejak 2019 lalu. Pajak e-commerce menjadi salah satu sumber pendapatan negara lainnya.

Pajak e-commerce merupakan pemungutan pajak terkait transaksi sistem elektronik seperti pada platform marketplace maupun e-commerce.

Pajak e-commerce mulai diterbitkan pada 31 Desember 2018 silam pada (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang transaksi sistem elektronik. Pajak e-commerce kemudian diterapkan sejak 1 April 2019 hingga saat ini.

Mengenal E-commerce dan Transaksinya

E-commerce adalah perdagangan elektronik melalui jaringan TV, internet maupun gadget lainnya seperti PC dan smartphone. Jenis e-commerce sendiri terbagi atas 6 macam diantaranya adalah sebagai berikut :

• Business to business (B2B) — transaksi dimana perusahaan menjual produknya ke perusahaan lainnya

• Business to consumer (B2C) — transaksi dimana perusahaan langsung menjual produknya langsung ke konsumen.

• Consumer to consumer (C2C) — transaksi jual beli yang dilakukan oleh sesama konsumen misalnya penjualan barang bekas

• Consumer to business (C2B) — transaksi dimana individu menjual jasanya ke perusahaan misalnya saja seorang desain grafis

• Business to public administration (B2A) — transaksi bisnis yang terjadi antara perusahaan dengan lembaga pemerintah

• Consumer to public administration (C2A) — transaksi dimana individu menjual produk atau jasanya ke lembaga pemerintahan

Transaksi diataslah yang nantinya akan dipungut pajak e-commerce. Pajak e-commerce nantinya akan meliputi online shop, marketplace maupun UMKM yang menerapkan transaksi online untuk jual beli.

Ketentuan Pajak E-commerce

Pajak transaksi elektronik ini untuk barang maupun jasa kena pajak melalui transaksi elektronik wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak e-commerce meliputi :

• Pajak pertambahan nilai atau PPN E-commerce dengan tarif 10 %

• Pajak pertambahan nilai barang mewah yang tarifnya mengikuti peraturan perundang-undangan yang telah ditentukan

Bagi penyedia marketplace wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak marketplace meliputi PPN dan PPh. Bagi UMKM atau perusahaan yang menggunakan platform marketplace juga wajib melaporkan PPN dan PPh. pajak e-commerce untuk pengusaha kena pajak mencakup poin-poin berikut :

1. Perusahaan yang memiliki peredaran bruto kurang dari sama dengan Rp.4,8 miliar selama setahun akan dikenakan tarif pajak final sebesar 0.5 %

Baca Juga  Pajak Penghasilan Naik untuk Orang Kaya di Skotlandia

2. Perusahaan yang memiliki omset diatas Rp. 4.8 miliar selama setahun akan melaksanakan ketentuan PPN sebesar 10 %

3. Semua pengusaha yang menyangkut transaksi jual beli melalui online retail, classified ads, daily deals, dan media sosial lainnya juga dikenakan PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Terdapat pengurangan pajak bagi investor lokal yang mau berinvestasi pada startup.

Jenis Pajak dalam Transaksi e-Commerce

Berdasarkan SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi e-commerce, ada dua jenis pajak yang dipungut dalam transaksi e commerce, yaitu PPN dan PPh.

  1. PPN

Berdasarkan surat edaran tersebut, tepatnya pada poin H, penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak melalui transaksi elektronik (e-commerce) dikenakan PPN. Begitu pula dengan impor barang kena pajak, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud/jasa kena pajak di luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, ekspor barang kena pajak berwujud atau barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

Selain pengenaan PPN, penyerahan barang kena pajak tergolong mewah atau impor barang kena pajak tergolong mewah akan dikenakan PPnBM.

Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.

Lebih lanjut lagi pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 pada pasal 6, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) akan dikenakan PPN.

      2. PPh

Penghasilan yang diperoleh dari transaksi e-commerce akan dikenakan pajak penghasilan. Mulai dari penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, penghasilan dari usaha dan kegiatan, penghasilan dari modal berupa harta bergerak dan harta tidak bergerak, dan penghasilan lain-lain.

Besaran PPh, serta teknis pembayaran dan pelaporan mengikuti jenis PPh yang dikenakan, di antaranya:

  • Pasal 23
  • Pasal 26
  • Pasal 4 ayat (2)
  • Pasal 15
  • Pasal 21
  • Pasal 22

Namun pada kenyataannya, pemungutan PPh atas PMSE ini masih menjadi wacana. Pemerintah mengaku sedang menyiapkan PP sebagai payung hukum untuk pemungutan PPh dan atau pajak transaksi elektronik (PTE) dalam PMSE.

Kerumitan dalam pajak e commerce ini tentu menyulitkan Anda dalam mengelola keuangan perusahaan, terutama jika kegiatan perusahaan berbasis pada transaksi elektronik atau Anda memiliki bisnis e-commerce. Namun Anda selalu bisa berkonsultasi dengan jasa konsultan pajak untuk mengatasi kesulitan ini. Rusdiono Consulting selaku jasa konsultan pajak dan akuntansi yang berpengalaman akan membantu Anda dalam menghitung pajak yang berkaitan dengan e-commerce atau transaksi elektronik sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Pemerintah tidak menetapkan jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-commerce.

Pengaturan ini lebih menjelaskan tata cara dan prosedur pemajakan untuk memberikan kemudahan administrasi dan mendorong kepatuhan perpajakan para pelaku e-commerce demi menciptakan perlakuan yang setara dengan pelaku usaha konvensional.

Pokok-pokok pengaturan dalam Nomor 210/PMK.010/2018 ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace:

  1. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyedia platform marketplace;
  2. Apabila belum memiliki NPWP, pengusaha dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri    untuk  memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada   penyedia platform marketplace;
  3. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, serta
  4. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Kewajiban penyedia platform marketplace:

  1. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP;
  2. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa;
  3. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform marketplace sendiri, serta
  4. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform.

Penyedia platform marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik di mana pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli.

Penyedia platform marketplace yang dikenal di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku over the-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace.

3. Bagi e-commerce di luar platform marketplace:

Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui online retail, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebelum Nomor 210/PMK.010/2018 ini mulai berlaku efektif pada 1 April 2019, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melaksanakan sosialisasi kepada para pelaku e-commerce, termasuk penyedia platform marketplace dan para pedagang yang menggunakan platform tersebut.

Pajak Marketplace

Pajak marketplace mulai diterapkan per tanggal 1 Desember 2020. Bagaimana kebijakan atau peraturannya? Pajak apa yang dipungut ketika melakukan transaksi di marketplace? Selengkapnya akan dibahas dalam artikel ini!

Pungutan Pajak Marketplace

Sudah menjadi wacana jika e-Commerce harus memungut pajak atas transaksi yang terjadi di dalamnya. Karena sebenarnya, transaksi yang berjalan sama seperti perdagangan yang terjadi secara langsung (offline). Jadi, sudah sepatutnya penjualan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak secara online ini dikenakan pungutan pajak.

Maka pada tanggal 1 Desember 2020, pemberlakuan pemungutan PPN atas transaksi e-Commerce mulai diterapkan. Pelaku e-Commerce wajib memungut PPN atas produk yang dijual kepada konsumen di Indonesia sebesar 10% dari harga sebelum pajak dan wajib mencantumkannya dalam invoice yang diterbitkan.

Artinya, pembeli atau konsumen e-Commerce harus membayar PPN sebesar 10% dari harga sebelum pajak, dan akan menerima invoice yang menjadi bukti pungutan PPN atas transaksi yang dilakukan.

Saat ini, ada 10 marketplace yang menerapkan pungutan PPN atas transaksinya, di antaranya:

  1. PT Tokopedia
  2. PT Bukalapak.com
  3. PT Ecart Webportal Indonesia (Lazada)
  4. PT Fashion Eservices Indonesia (Zalora)
  5. PT Global Digital Niaga (Blibli.com)
  6. Cleverbridge AG Corporation
  7. Hewlett-Packard Enterprise USA
  8. Softlayer Dutch Holdings B.V. (IBM)
  9. Valve Corporation (Steam)
  10. beIN Sports Asia Pte Limited (*)

Pungutan Pajak PMSE di Indonesia

Apakah pajak marketplace sama dengan PMSE yang sebelumnya telah berlaku pada bulan Juli 2020? Mengulas kembali mengenai PMSE, merupakan singkatan dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang artinya perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.

Dalam PP Nomor 80 tahun 2019, tercantum berbagai definisi terkait dengan aktivitas PMSE, termasuk definisi barang digital dan jasa digital.

  • Barang Digital adalah setiap barang tidak berwujud yang berbentuk informasi elektronik atau digital meliputi barang yang merupakan hasil konversi atau pengalihwujudan maupun barang yang secara originalnya berbentuk elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada piranti lunak, multimedia, danf atau data elektronik.
  • Jasa Digital adalah Jasa yang dikirim melalui internet atau jaringan elektronik, bersifat otomatis atau hanya melibatkan sedikit carnpur tangan manusia, dan tidak mungkin untuk memastikannya tanpa adanya teknologi Informasi, termasuk tetapi tidak terbatas pada layanan jasa berbasis piranti lunak.

Definisi serupa juga dapat ditemukan dalam PMK Nomor 48/PMK.03/2020.

Pada saat implementasi pemungutan PPN atas PMSE, perusahaan yang ditunjuk memungut PPN PMSE sebagian besar menjual barang dan jasa digital, seperti Netflix dan Zoom. Namun, di antara perusahaan tersebut, ada pula perusahaan yang bergerak di bidang e-Commerce, seperti Amazon.

Maka, dapat dikatakan jika pajak marketplace yang baru berlaku Desember 2020 ini termasuk ke dalam PMSE. Besaran pungutan PPN pun sesuai dengan yang tercantum dalam PMK Nomor 48/PMK.03/2020, yaitu sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak, yang merupakan nilai berupa uang yang dibayar oleh Pembeli Barang dan/ atau Penerima Jasa, tidak termasuk PPN yang dipungut.

Pengelolaan PPN untuk Marketplace

Mengelola pungutan PPN atas transaksi yang berjalan di marketplace dapat memberikan kerumitan tersendiri. Sebab, Anda kini harus menunjukkan harga sebelum PPN dan sesudah PPN, nominal PPN yang dipungut, menerbitkan invoice untuk konsumen, membayar PPN yang dipungut dan melaporkannya. Belum lagi jika terjadi pengembalian barang oleh konsumen yang dapat berdampak pada neraca PPN dalam pembukuan. Serta, mekanisme pelaporan yang kini berubah karena dampak dari implementasi e-Faktur 3.0.

Namun, pengelolaan PPN dan invoice ini dapat menjadi lebih mudah dengan menggunakan layanan e-Faktur OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, layanan e-Faktur OnlinePajak menghadirkan berbagai macam fitur untuk mempermudah pekerjaan Anda dalam mengelola PPN serta pajak lainnya. Salah satunya adalah integrasi API OnlinePajak dengan sistem ERP yang Anda gunakan dalam mengelola e-Commerce. Tidak hanya itu, OnlinePajak selalu mengikuti peraturan terbaru dari DJP, seperti dengan menghadirkan layanan e-Filing PPN yang memudahkan Anda lapor SPT Masa PPN dengan skema terbaru.

 

Kesimpulan

Pemahaman dan kepatuhan terhadap aturan perpajakan tidak hanya mendukung pertumbuhan berkelanjutan pelaku usaha digital, tetapi juga memberikan kontribusi positif pada perekonomian negara. Dengan demikian, kerjasama antara pelaku usaha e-commerce dan pemerintah dalam menerapkan peraturan perpajakan menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan berkelanjutan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

PMK 48/2023, Perhiasan Bukan Emas Kena PPN 1,1%

Pemerintah mengatur ulang pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan/penyerahan emas dan jasa yang terkait.  Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti mengatakan, pengaturan ulang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, kesederhanaan, serta penurunan tarif.

 
 

"Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk dalam sistem sehingga tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan," ujar Dwi dalam keterangan resminya, Senin (1/5).

Dwi mengatakan, dalam rangka memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban PPh dan PPN, kesederhanaan, dan mengurangi beban administrasi perpajakan, serta mengurangi biaya kepatuhan, maka pendekatan aturan baru ini tidak hanya memperhatikan objeknya (emas perhiasan), tetapi juga memperhatikan subjeknya (Penguasa Emas Perhiasan).

Baca Juga: BARANG DAN JASA KENA PAJAK

Oleh karena itu, apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pabrikan dan PKP Pedagang Emas Perhiasan juga menjual perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, maka kini perlakukan PPN-nya sama dengan emas perhiasan.

Dalam PMK 48/2023, PKP Pabrikan dan PKP Pedagang Emas Perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari harga jual.

Selain itu, Pabrikan dan Pedagang Emas Perhiasan wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual, kecuali penjualan kepada konsumen akhir, wajib pajak (WP) yang dikenai PPh final cfm. PP 55/2022, atau WP yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) pemungutan PPh.

PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan.

 

Kesimpulan

Peraturan ini mengatur secara rinci mengenai pemungutan PPh dan PPN terkait emas, dengan memperhatikan pengecualian dan kewajiban pelaporan yang harus dipenuhi oleh para pelaku usaha di sektor ini.

Dengan adanya peraturan ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Ketentuan Amortisasi “Software” untuk Keperluan Perpajakan

Perangkat lunak atau software adalah salah satu aset penting bagi perusahaan yang ingin meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasional. Menariknya, software yang digunakan untuk operasional usaha dapat diamortisasi untuk keperluan perpajakan. Bagaimana ketentuan amortisasi software untuk keperluan perpajakan? kwa consulting akan menuturkannya sesuai peraturan perpajakan terkini.

Apa itu Amortisasi?

Salah satu cara untuk dapat membiayakan perangkat lunak operasional dalam usaha Anda adalah dengan cara menganggapnya sebagai harta tidak berwujud yang dapat diamortisasi. Amortisasi adalah proses mengalokasikan biaya perangkat lunak operasional secara sistematis dan rasional selama masa manfaatnya.

Dengan demikian, biaya perangkat lunak operasional tidak dibebankan sekaligus pada saat pembelian atau pembuatan, melainkan disebarkan secara merata selama periode waktu tertentu. Hal ini dapat membantu usaha untuk menghemat pajak, meningkatkan laba, dan meningkatkan nilai buku aset.

Secara umum, untuk dapat mengamortisasi perangkat lunak operasional, perusahaan harus memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan oleh standar akuntansi. Pertama, perangkat lunak operasional harus memiliki masa manfaat yang dapat diestimasi dengan akurat. Masa manfaat adalah periode waktu di mana perangkat lunak operasional diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomis bagi usaha.

Kedua, perangkat lunak operasional harus memiliki nilai sisa yang dapat diukur dengan wajar. Nilai sisa adalah nilai yang diharapkan dari perangkat lunak operasional setelah masa manfaatnya berakhir.

Ketiga, perangkat lunak operasional harus memiliki biaya awal yang dapat diidentifikasi dan diukur secara andal. Biaya awal adalah jumlah uang yang dikeluarkan oleh usaha untuk memperoleh atau membuat perangkat lunak operasional. Jika syarat-syarat ini terpenuhi, maka usaha dapat mengamortisasi perangkat lunak operasional sesuai dengan metode amortisasi yang dipilih.

Ada beberapa metode amortisasi yang dapat digunakan oleh usaha untuk mengalokasikan biaya perangkat lunak operasional, seperti metode garis lurus, metode saldo menurun, metode unit produksi, dan metode jam kerja. Metode-metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung pada karakteristik dan tujuan usaha.

Usaha harus memilih metode amortisasi yang paling sesuai dengan pola penggunaan dan manfaat perangkat lunak operasional. Usaha juga harus konsisten dalam menerapkan metode amortisasi yang dipilih dan mengungkapkannya dalam laporan keuangan.

Lalu, bagaimana perangkat lunak dapat diamortisasi untuk keperluan perpajakan?


Perangkat lunak salah satu jenis harta tak berwujud yang dapat diamortisasi untuk keperluan perpajakan. Ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi merupakan salah satu pembaruan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2023 (PMK 72/2023).

PMK ini menjelaskan definisi perangkat lunak adalah satu atau sekumpulan program komputer, prosedur, dan/atau dokumentasi yang terkait dalam

pengoperasian sistem elektronik. Namun, tidak semua perangkat lunak dapat diamortisasi dengan cara yang sama.

Pasal 10 PMK 72/2023 mengatur bahwa perangkat lunak dibagi menjadi dua kategori, yaitu program aplikasi khusus dan program aplikasi umum. Keduanya sama-sama dapat dibiayakan, tetapi terdapat perbedaan pada perhitungannya.

1. Program aplikasi khusus

Program aplikasi khusus adalah program yang dirancang khusus untuk keperluan otomatisasi sistem administrasi atau pekerjaan dan kegiatan usaha tertentu. Misalnya, aplikasi untuk sektor perbankan, pasar modal, rumah sakit, perhotelan, atau penerbangan.

Artinya, program aplikasi khusus ini bukan bagian integral dari perangkat keras. Adapun biaya perolehan atas program aplikasi k

husus yang masa manfaatnya lebih dari 1 tahun dapat dibebankan melalui skema Amortisasi Harta Tak Berwujud Kelompok 1.

“Sementara pembebanan pengeluaran untuk memperoleh Perangkat Lunak berupa Program Aplikasi Khusus yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan melalui amortisasi harta tak berwujud dalam-kelompok 1 (satu),” demikian penggalan Pasal 10 PMK 72/2023.

Nah, program aplikasi khusus dapat diamortisasi dengan menggunakan metode garis lurus atau metode saldo menurun selama masa manfaatnya. Berdasarkan PMK 72/2023, program ini dapat diamortisasi sesuai dengan masa manfaat kelompok 1 yaitu 4 tahun.

Untuk penghitungan menggunakan metode saldo menurun, maka tarifnya adalah 50 persen; sedangkan untuk penghitungan dengan metode garis lurus, tarifnya adalah 25 persen. Dus, jika perusahaan melakukan perbaikan untuk meningkatkan kapasitas program aplikasi khusus, maka biaya yang dikeluarkan dapat dijumlahkan pada nilai sisa buku fiskal dan dapat diamortisasi sesuai dengan skema Amortisasi Harta Tak Berwujud Kelompok

2. Program Aplikasi Umum

Program aplikasi umum seperti yang tercantum dalam PMK 72/2023 merupakan program yang dimanfaatkan oleh pengguna umum untuk memproses berbagai pekerjaan dengan komputer. Biasanya, program aplikasi umum dibeli dari pihak ketiga dan tidak dimodifikasi atau disesuaikan dengan kebutuhan usaha. Contoh program aplikasi umum adalah Microsoft Office, Adobe Photoshop, dan sebagainya.

Untuk biaya pengeluaran aplikasi umum, diakui sebagai pengeluaran atau biaya operasional rutin yang dibebankan sekaligus pada tahun bersangkutan.

“Pengeluaran untuk memperoleh dan meningkatkan kapasitas sumber daya Perangkat Lunak berupa Program Aplikasi Umum yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, diakui sebagai pengeluaran atau biaya operasional rutin yang dibebankan sekaligus pada tahun bersangkutan,” jelas PMK 72/2023.

Di sisi lain, apabila program aplikasi umum termasuk dalam harga pembelian perangkat keras, maka pembebanan pengeluaran untuk memperoleh program ini diperhitungkan dalam penyusutan perangkat keras tersebut.

 

KESIMPULAN
Pemilihan metode amortisasi yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan usaha, serta konsistensi dalam penerapannya, menjadi kunci dalam manajemen aset perangkat lunak untuk keperluan perpajakan. Semua ini dapat membantu perusahaan mengoptimalkan pengeluaran, meningkatkan efisiensi, dan mencapai keuntungan fiskal yang lebih baik.

Dengan adanya Program tersebut, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik.Di KWA Consulting Lah, kami memiliki tenaga ahli yang profesional dan berpengalaman dalam mengurus Accounting & perpajakan. Bisnis owner juga bisa konsultasi ke kami jadi tunggu apalagi? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

Mengenal Jasa Freight Forwarding beserta Pengenaan Pajaknya

 

Freight forwarding adalah jenis bisnis atau usaha yang bergerak di bidang logistik, khususnya pada jasa pengiriman. Bagi para pelaku usaha atau bisnis kehadiran jenis perusahaan yang satu ini tentunya memberikan banyak manfaat untuk bisnisnya. Sebab dengan jasa yang diberikan bisnis freight forwarding tentunya akan membuat kegiatan pengiriman produk bisnisnya menjadi praktis dan efisien.

Lantas apa sajakah manfaat dari adanya bisnis yang satu ini kepada para perusahaan dalam pengiriman produknya? Dan apakah freight forwarding sama halnya dengan jasa pengiriman pada umumnya. Untuk menjawabnya mari kita simak lebih lanjut pembahasan mengenai jenis bisnis freight forwarding di bawah ini.

 

Pengertian Freight Forwarding

Penjelasan mengenai jenis bisnis freight forwarding sendiri telah diatur dalam Permenhub atau Peraturan Menteri Perhubungan No. 49/2017 Pasal 1 ayat 15. Didalamnya menjelaskan bahwa bisnis ini merupakan jasa pengurusan transportasi yang kegiatannya ditujukan untuk semua kegiatan yang dibutuhkan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang. Pengiriman ini sendiri dapat dilakukan melalui angkutan baik darat, kereta api, laut dan/atau udara.

Perusahaan yang menyediakan jasa freight forwarding ini selanjutnya disebut dengan forwarder. Fokus perusahaan ini sendiri tidak hanya pada kegiatan pengiriman dan penerimaan barang, namun juga mencakup 21 jenis kegiatan di bidang logistik. Adapun berbagai kegiatan yang dijalankan perusahaan jasa yang satu ini yaitu:

  • Penyimpanan barang atau produk
  • Sorting
  • Packing
  • Penerbitan dokumen
  • Klaim

Perusahaan yang menyediakan jasa ini atau forwarder umumnya dapat menjalankan kegiatan operasionalnya secara mandiri. Meski begitu tetap ada juga beberapa forwarder yang harus melakukan kerja sama dengan pihak ketiga agar sarana dan prasarana yang diperlukannya dapat dilengkapi.

 

Jenis-Jenis Bisnis Freight Forwarder

Perusahaan penyedia jasa ini atau yang disebut forwarder di Indonesia sendiri dibagi ke dalam 3 kategori atau jenis, lebih jelasnya berikut ketiga jenis forwarder tersebut:

1. Forwarder Internasional

Jenis forwarder yang satu ini dikategorikan ke dalam bisnis logistik kelas A. Sebab jenis forwarder Internasional dapat memberikan pelayanan yang lengkap akan berbagai kebutuhan customernya. Beberapa kebutuhan seperti pengiriman produk antar negara, pengeluaran FIATA B/L secara mandiri hingga berbagai sarana prasarana yang menunjang kegiatan jasa ini dapat dipenuhi.

2. Forwarder Domestik

Forwarder domestik sendiri sebenarnya mempunyai cakupan wilayah yang mirip dengan forwarder Internasional karena dapat melakukan pengiriman antar negara. Akan tetapi jenis forwarder yang satu ini tidak semuanya mempunyai izin untuk mengeluarkan FIATA B/L.

3. Forwarder Lokal

Untuk jenis ketiga ada forwarder lokal dimana jenis forwarder ini hanya bisa melakukan kegiatan pengiriman serta penerimaan barang dengan cakupan wilayah lokal saja. Meski begitu forwarder lokal masih mempunyai akses dalam pengelolaan EMKA, EMKL dan EMKU.

Manfaat Freight Forwarding Untuk Bisnis Perusahaan

Dengan adanya perusahaan forwarder ini sendiri dapat memberikan setidaknya 5 manfaat untuk berbagai bisnis dan usaha. Berikut beberapa manfaat yang diberikan jasa freight forwarding kepada berbagai jenis bisnis dan usaha:

1. Membuat pengiriman barang menjadi praktis dan efisien

Dengan adanya jasa yang diberikan forwarder pada bisnis akan membuat proses pengiriman barang atau produk bisnisnya menjadi lebih praktis dan efisien. Disini perusahaan yang menggunakan jasa dari forwarder tidak perlu bingung lagi dalam mengurus prosedur pengiriman barang agar bisa sampai ke tangan client. Sebab segala hal yang berhubungan dengan pengiriman sudah ditangani oleh forwarder.

Dan bila perusahaan yang menggunakan jasa forwarder mempunyai kegiatan bisnis ekspor impor maka pengurusan dokumen pengiriman akan ditangani oleh forwarder. Sehingga disini perusahaan pengguna jasa hanya perlu fokus pada penyusunan strategi bisnis dan seluruh urusan pengiriman barang atau produk akan diurus langsung oleh forwarder.

2. Dapat mengirim barang dalam jumlah banyak

Jasa freight forwarding bisa membantu bisnis atau usaha yang melakukan pengiriman barang dalam jumlah besar atau banyak. Dengan begitu bisnis atau usaha tersebut tidak perlu membuang banyak waktu, tenaga serta biaya dengan percuma.

3. Waktu pengiriman barang yang bisa lebih cepat

Manfaat selanjutnya yang dapat diberikan dengan kehadiran perusahaan forwarder kepada kliennya adalah dapat memberikan durasi waktu pengiriman yang lebih cepat. Sehingga bila bisnis atau usaha Anda ingin mengirimkan produk ke titik lokasi yang jauh disarankan untuk menggunakan jasa freight forwarding. Sebab dengan jasa ini maka waktu atau durasi pengiriman dapat dipangkas secara signifikan dari pada dengan kegiatan pengiriman secara mandiri.

4. Dapat mengirimkan berbagai jenis barang

Forwarder sendiri memberikan jasa pengiriman untuk berbagai jenis barang mulai dari bahan makanan hingga dengan bahan baku produksi perusahaan manufaktur. Tentunya cakupan jasa pengiriman perusahaan yang satu ini lebih luas dibandingkan perusahaan jasa pengiriman biasa. Selain itu forwarder juga dapat mengirimkan barang dalam jumlah kecil atau sedikit dengan biaya yang lebih murah dibandingkan jasa pengiriman biasa.

5. Jasanya cocok untuk perusahaan E-Commerce maupun UKM Lokal

Perusahaan forwarder sendiri menawarkan jasa pengiriman yang sangat cocok untuk UKM atau Usaha Kecil Menengah lokal yang berbisnis menggunakan e-commerce. Terlebih untuk mereka yang melakukan pengiriman barang dari maupun keluar negeri. Umumnya untuk pengiriman lintas negara akan melibatkan banyak pihak mulai dari banyaknya operator, legalitas hingga dokumen persyaratan.

Namun dengan menggunakan jasa forwarder maka pengiriman barang atau produk dapat lebih terjamin untuk sampai ke tujuan sesuai dengan tanggal yang disepakati. Disini pebisnis UKM dapat menegosiasikan biaya pengiriman yang paling ekonomis sehingga bisa lebih mengefisienkan biaya.

 

Tugas Perusahaan Jasa Freight Forwarder

Freight forwarder sendiri mempunyai rangkap tugas dalam aktivitasnya mulai dari jasa kepabeanan, EMKL, pelayaran bahkan hingga pengiriman door to door seperti halnya kurir. Untuk lebih jelasnya berikut beberapa tugas yang dilakukan oleh perusahaan jasa freight forwarding:

1. Pemilihan rute serta moda pengiriman

Forwarder disini bertugas untuk mengurangi rute transit agar nantinya dapat memangkas durasi waktu pengiriman. Tidak hanya itu, perusahaan ini juga mempunyai tugas untuk memilih moda transportasi yang akan digunakan dalam pengiriman. Selain itu juga melakukan pemesanan ruang muat barang baik LCL atau less than container load maupun FLC atau full container load.

2. Penerimaan barang

Tugas penerimaan barang disini mencakup pula sortasi dan packaging-nya. Setelah barang rapi dikeman serta keamanannya dipastikan barulah mereka melakukan penimbangan berat serta mengukur dimensinya. Setelah itu tugas selanjutnya adalah menyimpan barang yang telah rapi dan diukur tersebut di gudang atau warehouse.

3. Pengurusan dan penerbitan dokumen

Tugas freight forwarding selanjutnya adalah mengurus berbagai dokumen pengiriman barang serta berbagai dokumen lain yang dibutuhkan. Disini tentunya forwarder sendiri harus paham tentang LC atau letter of credit mengenai perdagangan internasional, peraturan yang berlaku di negara impor, transit serta negara tujuan ekspor dan perizinan bea cukai.

4. Tugas lainnya

Selain ketiga tugas pokok yang telah disebutkan diatas, perusahaan jasa freight forwarding juga mempunyai berbagai tugas lainnya seperti:

  • Pengurusan dan pengajuan klaim kepada pihak asuransi apabila terjadi kerusakan maupun kehilangan barang.
  • Penerimaan serta penghitungan airwaybill ataupun bill of lading dari transport pengangkutan barang.
  • Membayar berbagai biaya terkait pengiriman seperti biaya handling, freight serta biaya lainnya.
  • Melakukan pengiriman barang konsumennya ke tempat tujuan baik domestik maupun internasional. Baik pengiriman melalui pelabuhan laut maupun udara serta melakukan pemantauan perjalanan barang dan memastikan bila telah sampai tujuan.
  • Melakukan penerimaan barang impor dari pihak pengangkut.
  • Mengurus berbagai hal terkait bea cukai serta biaya yang ditagih dari pelabuhan transit serta tujuan.
  • Melakukan pengiriman barang dari pelabuhan penerimaan ke warehouse guna disimpan sementara.
  • Melakukan penyerahan barang ke consignee dan mendistribusikannya sesuai dengan permintaan consignee.

 

Pajak Atas Jasa Freight Forwarding

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa jasa freight forwarding merupakan bisnis yang terkait kegiatan ekspor dan impor. Sehingga untuk jasa yang satu ini juga mempunyai tanggung jawab membayar pajak, adapun jenis pajak yang dikenakan adalah PPN atau Pajak Pertambahan Nilai yang menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajaknya. Ketentuan pajak pada jenis jasa yang satu ini lebih detailnya mengenai PPN jasa freight forwarding bisa kita lihat pada PMK 75/2010 s.t.d.t.d PMK 121/2015 yang lebih lengkap dalam mengaturnya.

Tidak hanya Pajak Pertambahan Nilai saja, jasa freight forwarding juga berkaitan dengan PPh atau Pajak Penghasilan Pasal 23. Di dalam PMK 141/2015 sendiri kita dapat mengetahui ketentuan lebih lanjut atau detailnya mengenai PPh pada jasa yang satu ini,

 

Aspek Pajak Jasa Freight Forwarding

Berdasarkan Permenkeu atau Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 menyebutkan bahwa jasa freight forwarding merupakan usaha yang terdiri dari 4 segmen sebagai berikut:

  • PPJK atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang melakukan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa pihak importir maupun eksportir.
  • JPT atau Jasa Pengurusan Transportasi Murni yang merupakan jasa terkait dengan pengiriman barang ke berbagai tujuan. Tujuan ini baik dalam maupun luar negeri mulai dari tempat pengiriman hingga pelabuhan atau bandara yang bergantung pada sifat barang dan tujuan pengiriman.
  • Trucking yang merupakan jasa pengurusan transportasi melalui jalur darat dengan menggunakan truk.
  • Pergudangan yang merupakan jasa pengurusan transportasi untuk melayani klien dalam masalah penyimpanan barang mulai dari muatan kapal sebelum didistribusikan ke penerima.

Dengan dasar kedua peraturan tersebut yang berlaku maka jasa freight forwarding akan dikenakan 2 pajak berbeda. Kedua pajak tersebut adalah PPN dan PPh 23, untuk perhitungan lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. PPN atau Pajak Pertambahan Nilai

Tarif efektif PPN atau Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada forwarder adalah sebesar 1% dimana PPN tersebut diberlakukan dengan memakai nilai lain. Maksudnya adalah forwarder diwajibkan membayar PPN 1% dari total tagihan kepada kliennya (shipper atau consignee). Rincian Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan kepada forwarder lebih rincinya dijelaskan dalam Permenkeu atau Peraturan Menteri Keuangan No. 121/PMK.03/2015.

Berdasarkan peraturan yang berlaku tersebut menyebutkan bahwa untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi yang ada dalam tagihan jasa tersebut terdapat biaya transportasi. Biaya yang dikenakan adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. Sehingga jumlah 10% itu dianggap sebagai biaya jasa tersebut, dan 90% nilai sisanya dianggap sebagai biaya untuk ditagihkan kepada pengguna dari jasa tersebut.

Tanggungan PPN atas jasa pengurusan transportasi ini memakai nilai lain untuk dasar pengenaan pajaknya sehingga rumus besaran PPN yang dikenakan pada forwarder adalah sebagai berikut:

Tarif PPN x Nilai Lain sebagai DPP
10% x 10% = 1%

Sehingga PPN yang dikenakan kepada forwarder adalah sebesar 1% yang harus dibayarkan oleh pemilik usaha kepada klien atau customer mereka. Untuk lebih jelasnya berikut contoh perhitungan PPN yang dikenakan kepada perusahaan forwarder:

PT. Maju Makmur adalah usaha atau bisnis yang bergerak pada bidang jasa pengurusan transportasi. Perusahaan ini baru mendapatkan pesanan dari PT. Bintang Sejahtera dimana nilai transaksinya senilai Rp 30 juta. Maka besaran tarif PPN yang harus PT. Maju Makmur keluarkan kepada PT. Bintang Sejahtera adalah sebagai berikut:

DPP = 10% x Besar Tagihan
DPP = 10% x Rp 30.000.000
DPP = Rp 3.000.000

Dari sini besaran PPN yang akan dikenakan adalah sebagai berikut:

PPN = Tarif PPN x DPP
PPN = 10% x Rp 3.000.000
PPN = Rp 300.000

Perhitungan diatas merupakan sebuah contoh sederhana dari perhitungan PPN yang dikenakan kepada perusahaan jasa Freight forwarding.

2. PPh Pasal 23

Jenis usaha yang satu ini juga dikenakan jenis pajak penghasilan atau PPh Pasal 23 sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu PMK No. 141/PMK.03/2015. Disini perusahaan forwarder akan dikenakan besaran PPh 23 sebesar 2% berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Untuk rumus perhitungan PPh 23 dari jasa pengurusan transportasi berikut adalah:

PPh 23 = Nilai Bruto x Tarif Pajak Penghasilan

Apabila pelaku usaha jasa ini tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP maka besaran tarif pajak penghasilan akan menjadi 2 kali lipat menjadi 4%. Untuk contoh perhitungannya sendiri adalah sebagai berikut:

PT. Bumi Pertiwi adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengurusan transportasi. Perusahaan ini telah mengeluarkan invoice untuk transaksi terbarunya dengan total nilainya sebesar Rp 30 juta yang ditujukan kepada PT. Sentosa Raya. Lantas berikut besaran tarif PPh 23 yang dikenakan:

Dari contoh diatas diketahui bahwa biaya ekspedisi yang ditagihkan adalah Rp 30 juta, maka perhitungannya adalah:

PPh 23 = Nilai Bruto x Tarif Pajak Penghasilan
PPh 23 = Rp 30.000.000 x 2%
PPh 23 = Rp 600.000

Sehingga PT. Bumi Pertiwi diharuskan untuk membayar PPh 23 tersebut dan mengeluarkan bukti potong untuk diserahkan pada pengguna jasanya yaitu PT. Sentosa.

Dikarenakan perusahaan jasa freight forwarding merupakan jenis usaha atau bisnis yang diwajibkan membayar serta melaporkan PPh 23. Karenanya perusahaan ini juga tidak terlepas dari kewajiban membuat bukti potong secara elektronik per 1 Agustus 2020.

Hal ini sendiri telah dianjurkan oleh Dirjen Pajak pada beberapa waktu lalu. Apabila pemilik dari jasa pengurusan transportasi ini sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak atau PKP maka wajib memakai e-Bupot untuk membuat dan menerbitkan bukti potong pajak penghasilan atau PPh 23.

 

KESIMPULAN

Freight forwarding mempermudah pengiriman barang perusahaan dengan efisiensi dan praktis. Manfaatnya meliputi kemampuan mengirim dalam jumlah besar, waktu pengiriman cepat, dan ketersediaan pengiriman berbagai jenis barang. Dalam hal pajak, freight forwarding tunduk pada PPN dan PPh Pasal 23. Secara keseluruhan, jasa ini membebaskan perusahaan dari urusan logistik, memungkinkan fokus pada strategi bisnis.

Nah itulah informasi Tentang Jasa Freight Forwading, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

 

 

 

Statistik Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

Statistik Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak  


 

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak atau yang disebut Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.

Pengembalian Pendahuluan dapat diberikan kepada:

Wajib Pajak Kriteria Tertentu,
Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
 

MEKANISME PENGEMBALIAN

Mekanisme pengajuan Pengembalian Pendahuluan adalah sebagai berikut:

Wajib Pajak Kriteria Tertentu
Wajib Pajak Persyaratan Tertentu
PKP Beresiko Rendah
 

JANGKA WAKTU

Penerbitan SKPPKP atau Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan:
WP Kriteria Tertentu:
PPh : 3 bulan
PPN : 1 bulan
sejak tanggal diterimanya permohonan.

WP Persyaratan Tertentu:
PPh OP : 15 hari kerja
PPh Badan : 1 bulan
PPN : 1 bulan
sejak tanggal diterimanya permohonan.

PKP Berisiko Rendah : 1 bulan sejak tanggal diterimanya permohonan
SKPPKP sampai dengan SKPKPP: 1 bulan sejak SKPPKP diterbitkan
SKPKPP sampai dengan SPMKP: 5 hari kerja sejak SKPKPP diterbitkan
Transfer ke rekening WP: kurang lebih 2 hari kerja sejak SPMKP diterbitkan
 

Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu :
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang disertai permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran pajak Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
atau Pasal 17D Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
 

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan ketentuan Pasal 17D Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Per-05/PJ/2023)

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak bagi Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan secara lengkap

Dalam hal Direktur Jenderal Pajak:
 

melakukan pemeriksaan atas Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; dan
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas tahun pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak,
 

diberikan sehingga sanksi administratif menjadi sebesar sanksi administratif berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

 

KETENTUAN LAIN

Jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP tidak sama dengan jumlah dalam permohonan, Anda dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisihnya melalui surat tersendiri. Namun jika Anda tidak meminta pengembalian atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan, Anda dapat melakukan pembetulan SPT.

Jika Anda menyampaikan SPT Tahunan PPh maupun SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar tetapi tidak disertai permohonan Pengembalian Pendahuluan, sehingga tidak diterbitkan SKPPKP, maka akan ditindaklanjuti dengan prosedur pemeriksaan.

 

KESIMPULAN

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak adalah proses pengembalian kelebihan pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Mekanisme pengajuan berbeda, tergantung pada jenis Wajib Pajak, dengan batas waktu yang ditetapkan. Penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan dilakukan dalam waktu tertentu setelah Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. Kesalahan jumlah kelebihan pembayaran dapat diajukan kembali, sedangkan ketentuan lain mencakup pembetulan SPT dan tindak lanjut pemeriksaan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Permasalahan dalam menangani Pembetulan tersebut, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.
Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

 

 

 

 

 

PSAK 73 Berlaku Awal 2020, Apa Implikasi Pajaknya?

PSAK 73 Berlaku Awal 2020, Apa Implikasi Pajaknya?

Pertanyaan: SAAT ini saya bekerja sebagai staf akuntansi yang bekerja di perusahaan pertambangan. Tahun depan, perusahaan kami diwajibkan untuk mengadopsi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 tentang sewa. PSAK 73 tersebut mengubah pembukuan pada seluruh aset yang kami sewa, di mana kami harus mengakui aset yang kami sewa dalam neraca dan menyusutkannya secara periodik seolah-olah seperti sewa dengan hak opsi (finance lease), walaupun dalam perjanjian awal sewa tersebut merupakan sewa tanpa hak opsi (operating lease). seperti sewa dengan hak opsi (finance lease), walaupun dalam perjanjian awal sewa tersebut merupakan sewa tanpa hak opsi (operating lease).

Pertanyaan saya: bagaimana perlakuan pajak atas perubahan metode pengakuan sewa yang disebabkan karena perubahan PSAK tersebut? Apakah perlakuan pajaknya mengikuti perlakuan akuntansinya? Mulya, Jakarta. Jawaban: Terima Kasih Bapak Mulya atas pertanyaannya. Mekanisme pembukuan telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP).

Terima Kasih Bapak Mulya atas pertanyaannya. Mekanisme pembukuan telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP).

Pasal 28 ayat (1), ayat (3) dan ayat (7) UU KUP mengatur bahwa wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Pembukuan tersebut sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian.

Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP menyatakan bahwa pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), kecuali peraturan perundang- undangan perpajakan menentukan lain.

Terkait pertanyaan Bapak, telah terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sewa tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) (selanjutnya disebut KMK 1169/1991) yang telah berlaku sejak 19 Januari 1991 dan masih berlaku hingga saat ini. Dalam Pasal 2 ayat (1) KMK 1169/1991 aktivitas sewa dibedakan menjadi dua yaitu sewa- guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) dan sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Adapun persyaratan sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) sesuai Pasal 3 KMK 1169/1991 adalah sebagai berikut:

• jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;

• masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;

• perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Sementara itu, persyaratan sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) sesuai Pasal 4 KMK 1169/1991 adalah sebagai berikut:

• jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;

• perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun kegiatan sewa tersebut menurut PSAK 73 yang terbaru dianggap sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease), namun perlakuan pajaknya tetap mengacu kepada sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) sesuai dengan Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP.

 

KESIMPULAN

Walaupun ada perbedaan perlakuan antara akuntansi (PSAK 73) dan perpajakan (Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP) terkait jenis sewa-guna-usaha, penting untuk menjalankan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia (seperti SAK) kecuali ada ketentuan perpajakan khusus yang mengatur sebaliknya. Seiring waktu, pemahaman dan ketaatan terhadap aturan ini dapat membantu menghindari potensi masalah dan konflik antara pembukuan dan perpajakan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Permasalahan Pajak lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00