Info

Laporan Keuangan Audit Harus Dilampirkan Pada SPT Badan?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa perusahaan wajib melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) badan.

"Bisa dilihat di lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor (PER)-02/PJ/2019, SPT Tahunan PPh badan dilampiri dengan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Laporan keuangan yang wajib diaudit adalah laporan keuangan konsolidasi,” tulis DJP melalui salah satu akun resmi X (@kring_pajak) dalam menjawab pertanyaan warganet."

Selain itu, DJP menuturkan, laporan keuangan yang wajib diaudit akuntan publik, salah satunya mengacu pada Pasal 68 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Regulasi ini berisi, meliputi pertama, direksi wajib menyerahkan laporan keuangan perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;  perseroan merupakan perseroan terbuka (PT); perseroan merupakan persero; perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000; atau diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Kedua, dalam hal kewajiban tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Ketiga, laporan atas hasil audit akuntan publik disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.

Keempat, neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam satu surat kabar. 

Kelima, pengumuman neraca dan laporan laba rugi dilakukan paling lambat tujuh hari setelah mendapat pengesahan RUPS. 

Keenam, pengurangan besarnya jumlah nilai ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

“Dalam hal laporan keuangan diaudit, tetapi tidak dilampirkan pada SPT tahunan, maka SPT tahunan tersebut dianggap tidak lengkap dan jelas, sehingga SPT tahunan dianggap tidak disampaikan,” jelas DJP.

Selain laporan keuangan yang telah diaudit akuntan publik, Wajib Pajak badan juga harus melampirkan debt to equity ratio dan utang swasta luar negeri bagi PT yang membebankan utang dalam SPT tahunan.

Kemudian, SPT tahunan badan juga perlu dilampirkan ikhtisar dokumen induk dan dokumen lokal (khusus Wajib Pajak dengan transaksi hubungan istimewa), laporan penyampaian country by country report, daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif biaya promosi dan laporan tahunan penerimaan negara dari kegiatan hulu minyak dan/atau gas bumi (khusus Wajib Pajak sektor minyak dan/atau gas).

 

Kesimpulan

Pemenuhan kewajiban perusahaan untuk melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit dalam SPT Tahunan PPh badan adalah langkah penting dalam menjaga ketaatan perpajakan dan memastikan ketersediaan informasi keuangan yang akurat dan terpercaya bagi pihak terkait. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan bahwa mereka mematuhi regulasi yang berlaku dan menyampaikan SPT Tahunan PPh badan dengan lengkap dan tepat waktu.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Simak Pajak THR 2024

 

Belakangan ini media sosial ramai membahas soal potongan pajak Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun 2024 bagi karyawan swasta yang disebut-sebut lebih besar jika dibandingkan tahun sebelumnya. Merespons hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan penjelasan terkait penerapan penghitungan pajak THR Tahun 2024. Dalam keterangan tertulisnya, DJP Kemenkeu mengatakan, skema pemotongan pajak THR 2024 menggunakan metode perhitungan PPh Pasal 21 dengan skema tarif efektif rata-rata (TER).  Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti menegaskan bahwa penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Hal ini lantaran tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari hingga November. “Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari hingga November, sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut dia memberi gambaran untuk kasus wajib pajak menerima THR, dengan metode penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER, maka pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif pasal 17 yakni PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR. Sementara dengan penerapan TER, maka pemberi kerja tinggal menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan dikali tarif sesuai tabel TER. “Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar. Sebab [jumlah penghasilan] terdiri dari komponen gaji dan THR,” tuturnya. Adapun sebelumnya, DJP pada laman instagramnya @ditjenpajakri menjelaskan bahwa TER bukanlah jenis pajak baru dan dalam penerapannya, tidak ada beban pajak baru. Melalui unggahan tersebut, DJP memberi simulasi penghitungan penggunaan TER secara lengkap. Jika dicermati, memang tidak ada perbedaan besaran potongan pajak yang dibebankan kepada wajib pajak, baik sebelum menggunakan metode TER maupun sesudahnya. Hanya saja, apabila menggunakan penghitungan dengan metode TER, maka wajib pajak akan dibebankan potongan pajak yang lebih besar pada Desember. Sementara, besaran potongan pajak per bulan pada periode Januari hingga November lebih kecil dibandingkan bulan Desember. “Jika #KawanPajak mendapati PPh Pasal 21 mulai bulan ini hingga November lebih besar daripada biasanya, bisa jadi nanti di bulan Desember malah PPh Pasal 21 lebih kecil,” tulis keterangan pada unggahan tersebut.

 

Besar Tunjangan Hari Raya 2024

Dasar hukum pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 s.t.d.t.d. PP 51/2023 tentang Pengupahan, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang THR bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Besar THR sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menaker No. M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, sebagai berikut:

Besar THR

“Untuk memastikan pelaksanaan pembayaran THR tahun 2024, Menaker meminta gubernur beserta seluruh jajarannya di daerah untuk mengupayakan agar perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR keagamaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” –Tweet Kementerian Ketenagakerjaan RI di akun X @KemnakerRI (19/3/2024).

 

Pajak THR Berapa Persen?

Pajak THR adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa tunjangan hari raya yang diterima oleh karyawan atau pekerja.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Pada Pasal 5 huruf beleid ini disebutkan, bahwa penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26 termasuk penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

Salah satu bentuk penghasilan tidak teratur adalah berupa Tunjangan Hari Raya (THR).

THR kena pajak apabila jumlah penghasilan tidak teratur yang diterima karyawan/pekerja tersebut di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yakni melebihi Rp4,5 juta sebula atau Rp54 juta setahun.

Maka pemberian tunjangan hari raya keagamaan merupakan objek pajak penghasilan yang dikenakan pajak dengan besar tarif pajak THR sesuai dengan tarif PPh 21 TER. dan tarif progresif Pasal 17 UU PPh No. 36 Tahun 2008 jo. UU Cipta Kerja.

Apabila besar THR ditambah dengan penghasilan neto setahun hasilnya di bawah PTKP, maka THR yang diterima tidak dikenakan pajak.

Baca Juga: Untuk Apa Proses Pemeriksaan Pajak??Apakah Penting??

Cara Menghitung Pajak THR

Karena THR merupakan penghasilan bersifat tidak teratur yang diterima setahun sekali,

Sehingga untuk menghitung nilai pajak penghasilannya tidak perlu disetahunkan.

Maka tahapan untuk menghitung pajak THR sebagai berikut:

1. Menghitung penghasilan neto

Rumus: (Penghasilan Bruto – Pengurang = Penghasilan Neto)

Pengurang yang dapat dikurangi dari penghasilan bruto di antaranya:

  • Biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto atau maksimal Rp6 juta.
  • Iuran jaminan hari tua (JHT), JKK, JKM, Pensiun, dan lainnya.

2. Menghitung penghasilan kena pajak

Rumus: (Penghasilan Neto – PTKP = Penghasilan Kena Pajak)

Penghasilan kena pajak yang diperoleh kemudian dikenakan tarif pajak progresif PPh Pasal 17 dan PPh 21 TER.

Contoh Perhitungan:

Tuan A merupakan karyawan tetap di PT BBB dengan gaji yang diterima sebesar Rp10.000.000 setiap bulan dan dipotong biaya jabatan Rp500 ribu per bulan.

Tuan A memiliki istri yang tidak bekerja dan tanggungan satu anak. Besar tunjangan per bulan sebesar Rp5 juta dan tidak ada iuran bulanan.

Menjelang Hari Raya tahun ini, Tuan A mendapat Tunjangan Hari Raya satu bulan gaji, yaitu sebesar Rp10.000.000 pada April.

Dalam setahun, Tuan A tidak memperoleh uang lembur namun mendapat bonus satu kalai gaji yakni sebesar Rp10 juta pada Desember.

Maka perhitungan pajak THR Tuan A sebagai berikut:

  • Status pajak Tuan A = PTKP K/1 (Menikah dan 1 tanggungan)
  • Penghasilan bruto sebulan Rp10 juta = Rp120 juta setahun
  • Biaya jabatan per bulan Rp500 ribu = Rp6 juta setahun
  • THR dibayar pada April = Rp10 juta
  • Bonus dibayar Desember = Rp10 juta
  • Tarif kategori = TER B
  • TER B gaji + tunjangan sebesar Rp15 juta = Tarif TER 6%
  • TER B gaji + tunjangan + THR sebesar Rp25 juta = Tarif TER 9%

Dengan demikian, berikut rincian perhitungan pajak THR dan Bonus dalam PPh 21 TER (Tabel 1):

Pajak THR

Dari tabel rincian perhitungan PPh 21 sesuai tarif TER tersebut, maka berikut perhitungan pajak penghasilan yang dipotong hingga November dan Desember sesuai Pasal 17 UU PPh:

  • PPh 21 Januari-November = Rp11,25 juta
  • PPh 21 Desember dihitung menggunakan tarif PPh Pasal 17

Berikut perhitungannya (Tabel 2):

Dari perhitungan PPh 21 sesuai tarif PPh Pasal 17 menggunakan TER tersebut, maka terdapat “Lebih Bayar” pada Desember.

Berdasarkan tabel 1, maka:

Pada bulan April, Tuan A akan menerima gaji + THR yang telah dipotong pajak THR/PPh 21, dengan perhitungan seperti berikut:

  • Gaji + THR = Rp20 juta
  • PPh 21 TER = Rp1,8 juta
  • PPh Terutang Pasal 17 = Rp3,15 juta : 12 bulan = Rp286,36 ribu per bulan

= Rp20 juta – Rp1,8 juta – Rp286,36 juta

= Rp17,91 juta

Sehingga Tuan A akan menerima gaji sekaligus THR sebesar Rp17,91 juta.

Kemudian karena terjadi lebih bayar pada perhitungan PPh 21 pada Desember, maka perusahaan harus mengembalikan sebesar Rp50 ribu di akhir tahun.

 

Pajak THR Wajib Disetorkan

Dari ilustrasi di atas, pemberi kerja atau perusahaan yang memotong pajak THR atas penghasilan yang diterima Tuan A tersebut wajib menyetorkan pemotongan PPh 21 ke kas negara. Pembayaran atau penyetoran pemotongan pajak dapat dilakukan melalui aplikasi e-Billing.

 

Kesimpulan

Dari informasi yang disampaikan, dapat disimpulkan bahwa THR adalah hak yang penting bagi para karyawan sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka. Namun, karyawan perlu memperhatikan bahwa THR juga menjadi objek pemotongan PPh 21, yang dapat berpengaruh pada perencanaan keuangan mereka. Memiliki NPWP dapat mengurangi beban pajak yang dikenakan. Dengan adanya layanan Posko THR, diharapkan para karyawan dapat lebih memahami hak-hak mereka terkait dengan THR dan mempersiapkan diri secara finansial dengan lebih baik.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

UNTUK APA PROSES PEMERIKSAAN PAJAK?? APAKAH PENTING??

Untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pemeriksaan. Meski pun, sebetulnya pemeriksaan pajak bisa juga dilakukan untuk tujuan lain, dalam konteks melaksanakan ketentuan di bidang perpajakan.

Secara umum, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan secara objektif dan profesional yang mengacu pada standar pemeriksaan.

Pemeriksaan juga merupakan bagian dari mekanisme sistem pajak yang dianut Indonesia, yaitu self-assessment. Dalam sistem tersebut, Wajib Pajak (WP) memiliki hak penuh dalam melakukan penghitungan, pembayaran hingga pelaporan pajak.

Sehingga, untuk memastikan proses itu dilaksanakan dengan benar, DJP berwenang untuk mengujinya lewat pemeriksaan.

Secara umum, ada dua jenis pemeriksaan yang dilakukan DJP. Pertama, pemeriksaan lapangan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak. Kedua, pemeriksaan kantor yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

 

Uji Kepatuhan

Setidaknya ada sembilan aktivitas perpajakan yang dapat diuji melalui pemeriksaan, di antaranya:

  1. Pemeriksaan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi)

  2. Pemeriksaan karena terdapat keterangan lain berupa data konkret terkait pajak yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana yang diatur di dalam UU KUP Pasal 13 ayat (1) huruf a.

  3. Pemeriksaan atas permohonan lebih bayar pajak (selain poin 1)

  4. Pemeriksaan terhadap wajib pajak yang telah menerima restitusi pendahuluan

  5. Pemeriksaan atas wajib pajak yang mencatatkan rugi Fiskal di dalam Surat Pemberitahuan (SPT)

  6. Pemeriksaan terhadap WP yang melakukan aksi korporasi seperti penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

  7. Pemeriksaan terhadap WP yang mengubah tahun buku, mengubah metode pembukuan atau melakukan penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi asset).

  8. Pemeriksaan terhadap WP berdasarkan analisis risiko, karena tidak menyampaikan SPT atau penyampaian SPT melampaui jangka waktu,  sebagaimana ditetapkan dalam surat teguran.

  9. Pemeriksaan atas SPT yang disampaikan WP yang terpilih berdasarkan analisis Risiko

 

 Tujuan Lain

Sementara pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan lain, di luar konteks kepatuhan, dapat dilakukan pada saat:

  1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan

  2. Penghapusan NPWP

  3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

  4. Pengajuan keberatan oleh WP

  5. Pengumpulan bahan Penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

  6. Pencocokan data dan/atau alat keterangan

  7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;

  8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak

  10. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau

  11. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


Kesimpulan

Pemeriksaan pajak adalah kegiatan yang penting dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Dalam pelaksanaannya, pemeriksa dapat menggunakan metode dan teknik pemeriksaan pajak tertentu guna menunjang prosedur pemeriksaan.

Dalam pemeriksaan pajak, tentu ada banyak dokumen dan data yang harus dipersiapkan oleh Wajib Pajak. Tidak mudah dalam menyiapkan hal tersebut karena Anda diharuskan teliti dan hati-hati. Agar tidak terjadi kesalahan dalam proses tersebut, Anda bisa menggunakan Jasa Tax Review dan Persiapan Pemeriksaan Pajak dengan kami

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

2024 Pelaku Usaha Wajib Sertifikat Halal!!

Mulai 17 Oktober 2024 seluruh produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman di Indonesia harus sudah bersertifikat halal. Artinya tinggal setahun lagi, produk tersebut harus sudah bersertifikat halal. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-undang tersebut.

Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengimbau seluruh pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal produknya sebelum batas waktu tersebut. Jika tidak, mereka akan dikenakan sanksi mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.

 

Sertifikat halal adalah bukti tertulis yang menyatakan bahwa suatu produk telah memenuhi syarat halal sesuai dengan prinsip syariah Islam. Sertifikat halal dikeluarkan oleh BPJPH setelah mendapatkan rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang berwenang menetapkan kehalalan produk.

Untuk memudahkan proses sertifikasi halal, BPJPH membuka fasilitas Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang mengajukan sertifikasi dengan mekanisme pernyataan halal pelaku usaha (self declare). Terdapat satu juta kuota yang disediakan untuk program ini.

Pernyataan halal pelaku usaha adalah pernyataan tertulis yang dibuat oleh pelaku usaha bahwa produknya telah memenuhi syarat halal sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh MUI. Pernyataan ini harus disertai dengan bukti-bukti pendukung seperti label produk, daftar bahan baku, sumber bahan baku, proses produksi, dan lain-lain.

Pelaku usaha yang ingin mengajukan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan halal pelaku usaha harus mendaftar secara daring melalui laman resmi BPJPH . Setelah mendaftar, pelaku usaha akan mendapatkan nomor registrasi dan kode akses untuk mengisi formulir pernyataan halal pelaku usaha.

Setelah mengisi formulir tersebut, pelaku usaha harus mengunggah dokumen-dokumen pendukung yang diminta. Selanjutnya, BPJPH akan melakukan verifikasi administrasi terhadap dokumen-dokumen tersebut. Jika lolos verifikasi, BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal dalam bentuk elektronik yang dapat diunduh oleh pelaku usaha.

BPJPH juga menggelar Kampanye Wajib Sertifikasi Halal 2024 di 1.000 titik se-Indonesia untuk menyosialisasikan kewajiban sertifikasi halal kepada masyarakat. Kegiatan ini melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah daerah, asosiasi pelaku usaha, perguruan tinggi, media massa, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lain-lain.

Kemenag sendiri telah memberlakukan sertifikasi halal bagi seluruh produk dan kantin di lingkungan satuan kerjanya. Hal ini diharapkan dapat menular ke masyarakat lainnya dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya konsumsi produk halal.

Dilansir dari Detik, Kepala BPJPH M. Aqil Irham mengatakan bahwa kewajiban sertifikasi halal ini bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen produk halal nomor satu di dunia dengan slogan “Halal Indonesia untuk Masyarakat Dunia”. Ia juga mengajak pelaku usaha untuk mendaftarkan sertifikat halal produknya menjelang Ramadan 1444 hijriyah.

“Halal itu baik, halal itu sehat, halal itu berkah,” ucapnya.

 

Kesimpulan

Semua produk makanan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal sesuai Undang-undang No. 33 tahun 2014. Pelanggaran dapat berujung pada sanksi, termasuk penarikan barang dari peredaran. Sertifikat halal dikeluarkan oleh BPJPH setelah verifikasi MUI, dan pelaku usaha mikro dan kecil dapat memanfaatkan fasilitas Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI). Kemenag juga gencar mengkampanyekan wajibnya sertifikasi halal dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai produsen produk halal terdepan di dunia.

Dengan adanya Peraturan baru ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen bisnis yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

APA ITU AUDIT PAJAK ??

Audit pajak adalah aktivitas pemeriksaan pajak dengan menghimpun dan mengolah data perpajakan untuk mengetahui kepatuhan WP dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam proses audit pajak diawali dari pemeriksaan penyampaian Surat Pemeriksaan atau surat panggilan hingga pemberitahuan hasil pemeriksaan berupa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).

SPHP ini akan dilampiri dengan daftar temukan hasil pemeriksaan, sehingga WP perlu memahami dan memastikan kewajiban dan hak-haknya terpenuhi dengan baik seiring adanya audit pajak.

 

SIAPA YANG MELAKUKAN AUDIT PAJAK?

Audit pajak dilakukan oleh auditor pajak di bawah naungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab DJP untuk memberlakukan peraturan dengan baik, salah satunya audit ketaatan, yakni memeriksa SPT WP yang bersangkutan apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

AUDIT PAJAK SECARA ONLINE 

Seiring terus dilakukannya pengembangan sistem pelayanan perpajakan oleh DJP, proses audit pajak tidak lagi dilakukan secara manual.

Prosesnya dapat dilakukan secara daring melalui pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau PSIAP (Core Tax System).

 

MENGAPA AUDIT PAJAK PERLU DILAKUKAN DAN KAPAN TERJADINYA?

Merujuk Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP No. 7 Tahun 2021, audit/pemeriksaan pajak dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan WP atas kewajiban perpajakannya seperti:

  • Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), mulai dari ketepatan waktu penyampaiannya, terjadinya SPT lebih bayar atau kurang bayar hingga SPT rugi.

  • Apabila SPT rugi akan dilakukan pemeriksaan indikasi apakah terdapat kewajiban perpajakan yang belum terpenuhi.

Pemeriksaan pajak juga dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut ini:

  • Adanya pengajuan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP Non Efektif)

  • Penerbitan NPWP secara jabatan

  • Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan

  • Pencabutan pengukuhan PKP

  • Pengajuan keberatan atau banding atas keputusan pemerintah/DJP

  • Pengumpulan data pendukung untuk menyusun Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

  • Penentuan wajib pajak di daerah terpencil

  • Penentuan tempat terutang PPN dan tujuan lain selain poin di atas

 

DOKUMEN APA SAJA YANG PERLU UNTUK AUDIT PAJAK?

Umumnya dokumen yang perlu disiapkan di antaranya:

1.   Laporan keuangan atau pembukuan

2.   Dokumen pelaporan pajak

3.   Laporan audit internal

4.   Dokumen rekening bank

5.   Dokumen kontrak terkait aktivitas pajak

6.   Dokumen aset

7.   Dokumen atau berkas lainnya yang berkaitan dengan wajib pajak

 

LANGKAH-LANGKAH MELAKUKAN PROSES AUDIT PAJAK?

1.   Melakukan identifikasi lokasi wajib pajak dan membuat ruang lingkup pemeriksaan.

2.   Menentukan dokumen atau catatan keuangan wajib pajak yang akan dipinjam untuk dilakukan pemeriksaan.

3.   Menyampaikan pemberitahuan proses audit/pemeriksaan yang akan dilakukan kepada wajib pajak.

4.   Mengecek kelengkapan berkas atau dokumen yang diperlukan untuk proses audit.

5.   Mulai memeriksa dan menganalisa laporan keuangan dan SPT wajib pajak yang bersangkutan.

6.   Menentukan identifikasi masalah berdasarkan temuan pemeriksaan.

 

KESIMPULAN

Pemeriksaan audit pajak biasanya diperlukan ketika perusahaan akan melakukan pengembangan usaha. Salah satu persyaratan yang biasanya mengikuti dalam proses tersebut, dibutuhkan sebuah laporan dari hasil pemeriksaan pajak.

Apabila hasilnya menunjukkan perusahaan tidak ada masalah dalam hal pemenuhan kewajiban pajaknya, maka menjadi salah satu poin bagi investor untuk menanamkan modalnya.

Nah itulah informasi Tentang Audit Pajak, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!


 

Pemblokiran Rekening dalam Penagihan Pajak

Belakangan ini media sempat diramaikan dengan pemberitaan pemblokiran rekening Wajib Pajak oleh perbankan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari penegakan hukum dan penagihan pajak. Beberapa diantaranya, Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Gorontalo dan Maluku Utara memblokir rekening 75 Wajib Pajak, kemudian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanjung Pinang mendatangi Bank Riau untuk memblokir rekening Wajib Pajak. Lantas, apakah DJP/Kanwil/KPP bisa memblokir rekening bank Wajib Pajak? Mengapa pemblokiran harus dilakukan dan bagaimana mekanismenya? Pajak.com merangkumnya dari aturan yang berlaku.

Apa itu tindakan pemblokiran rekening Wajib Pajak?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020, pemblokiran adalah tindakan pengamanan barang milik penanggung pajak (Wajib Pajak) yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan (LJK), LJK lainnya, dan/atau entitas lain, yang meliputi rekening bagi bank, subrekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain. Hal itu bertujuan agar terhadap barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai. 

 

Mengapa rekening Wajib Pajak bisa diblokir?

Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP), DJP dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). selain itu, DJP memiliki wewenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP.

Baca Juga  Bea Cukai Batasi Lima Barang Bawaan dari Luar Negeri

DJP pun berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Secara sederhana, beragam surat itu berisi jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Jika Wajib Pajak belum juga membayar utang pajak sampai dengan waktu yang telah ditentukan DJP/unit vertikal, maka akan dilakukan penagihan pajak.

Penagihan pajak merupakan tindakan yang dilakukan agar Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat melunasi utang pajak serta biaya penagihan. Bila tidak kunjung dibayar, maka tahap awal DJP/ unit vertikal akan melakukan pemblokiran sebelum penyitaan harta.

Dengan demikian, juru sita pajak perlu melaksanakan pemblokiran terlebih dahulu, apabila penyitaan dilakukan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang disimpan pada LJK sektor perbankan, LJK sektor perasuransian, LJK lainnya, dan/atau entitas lain.

 

Bagaimana mekanisme pemblokiran rekening?

  1. Untuk melaksanakan pemblokiran, DJP/unit vertikal harus menyampaikan permintaan pemblokiran. Permintaan pemblokiran itu disampaikan kepada di antara dua pihak, tergantung apakah nomor rekening keuangan penanggung pajak diketahui atau tidak.
  2. Apabila nomor rekening keuangan penanggung pajak belum diketahui, maka permintaan pemblokiran disampaikan kepada LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain yang bertanggung jawab melakukan pemblokiran dan/atau pemberian informasi.
  3. Bagi penanggung pajak yang telah diketahui nomor rekening keuangannya maka permintaan pemblokiran dapat disampaikan kepada unit vertikal LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain yang mengelola rekening keuangan penanggung pajak yang bersangkutan.
  4. Permintaan pemblokiran harus dilampiri dengan salinan surat paksa atau daftar surat paksa dan salinan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pejabat melakukan permintaan pemblokiran harus sebesar dengan utang pajak dan biaya penagihan pajak.
  5. Merujuk pada Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189 Tahun 2020, permintaan pemblokiran dilakukan secara tertulis. Kemudian, permintaan pemblokiran diajukan sekaligus dengan permintaan pemberitahuan secara tertulis atas seluruh nomor rekening keuangan penanggung pajak dan saldo harta kekayaannya.
  6. Berdasarkan permintaan itu, pihak LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain wajib melakukan pemblokiran sebesar jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak terhadap penanggung pajak yang identitasnya tercantum dalam permintaan pemblokiran.
  7. Pemblokiran dilakukan secara seketika setelah permintaan pemblokiran diterima. Sementara itu, pemberitahuan seluruh nomor rekening keuangan dan saldo harta kekayaan penanggung pajak dilakukan paling lama 1 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan pemberitahuan.
  8. Pemblokiran dapat dicabut dengan beberapa alasan. Utamanya, apabila penanggung pajak melunasi utang dan biaya penagihan pajak yang menjadi dasar dilakukan pemblokiran. Penanggung pajak dapat membayar utang dan biaya penagihan pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada pejabat.
  9. Pejabat dalam konteks ini adalah yang berwenang mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, surat pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang.
  10. Apabila setelah saldo harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain diketahui dan penanggung pajak tidak melunasi utang serta biaya penagihan pajak, maka juru sita pajak melaksanakan penyitaan harta.

 

Kesimpulan

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk meminta pemblokiran rekening Wajib Pajak (WP) sebagai langkah penegakan hukum dan penagihan pajak yang belum dilunasi. Tindakan ini dilakukan setelah WP menerima Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Jika utang pajak tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan, DJP dapat mengeluarkan permintaan pemblokiran kepada lembaga jasa keuangan (LJK).

Mekanisme pemblokiran melibatkan permintaan tertulis dari DJP, dengan pengecualian jika nomor rekening WP belum diketahui. Pemblokiran dilakukan seketika setelah permintaan diterima, dan rekening dapat dicabut jika utang pajak dilunasi. Jika pembayaran tidak dilakukan, harta WP yang tersimpan dalam rekening dapat disita setelah proses pemblokiran.

Jangan sampai tunggu dapat surat peringatan ya! Bisnis owner harus Segera Lapor Pajak sebelum tenggat waktu yang sudah ditentukan. Kalau Bisnis owner bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! Yuk buruan konsultasi dengan kami sekarang!!

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00