Info

PP 43/2025 Berlaku, Siapa yang Boleh Menyusun Laporan Keuangan?

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.43/2025, pemerintah mengharmonisasikan dan memperketat ketentuan seputar penyusunan dan penyampaian laporan keuangan.

Ketentuan tersebut tidak hanya perihal penyelenggaraan platform bersama pelaporan keuangan (PBPK) dan pembentukan standar laporan keuangan yang independen. Lebih luas dari itu, PP 43/2025 juga mengatur ketentuan mengenai pihak yang dapat menyusun laporan keuangan.

"Selain penyelenggaraan PBPK dan pembentukan standard setter yang independen, pengaturan mengenai kewajiban penyusunan laporan keuangan oleh pihak penyusun yang memiliki kompetensi dan integritas juga merupakan hal yang tidak kalah penting," bunyi memori penjelasan PP 43/2025, dikutip pada Sabtu (25/10/2025).

Berdasarkan Pasal 5 PP 43/2025, pihak yang dapat menyusun laporan keuangan dapat dibagi menjadi 2 golongan.

Pertama, penyusun yang memiliki kompetensi dan berintegritas. Dalam konteks ini, penyusun laporan keuangan bisa merupakan pegawai atau karyawan pelapor sepanjang memenuhi kriteria dan persyaratan.

Misal, PT Bangau  adalah suatu perusahaan publik yang terdaftar di pasar modal. Secara rutin, PT Bangau melakukan pembukuan dan menyusun laporan keuangan untuk berbagai kepentingan. Untuk meningkatkan kualitas dan integritas dalam penyusunan, PT Bangau harus memastikan bahwa pegawai atau karyawan yang ditugaskan untuk menyusun laporan keuangan memiliki kompetensi yang sesuai.

Guna memastikan hal tersebut, PT Bangau dapat melakukan due diligence terhadap karyawan atau pegawai yang akan ditugaskan. Hal itu di antaranya dilakukan dengan memastikan pegawai tersebut memiliki riwayat pendidikan, sertifikasi dan/atau keahlian, serta rekam jejak yang baik.

Apabila pelapor merupakan orang perorangan maka penyusunan laporan keuangan juga bisa dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Pelapor bisa menyusun laporan keuangannya sendiri sepanjang memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi yang harus dimiliki penyusun laporan keuangan akan ditetapkan oleh kementerian, lembaga, dan/atau otoritas yang memiliki kewenangan atau kepentingan terhadap laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP 43/2025, kompetensi tersebut dibuktikan antara lain dengan ijazah pendidikan formal, sertifikat keahlian/profesional di bidang akuntansi, atau piagam akuntan beregister.

Penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP 43/2025 juga menekankan penetapan jenis kompetensi harus memperhatikan skala atau ukuran usaha, jenis industri, dan kemampuan dari pelapor yang menjadi kewenangan masing-masing kementerian, lembaga, dan/atau otoritas.

Misal, kompetensi yang harus dimiliki oleh pelapor yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN), yaitu kompetensi di bidang akuntansi yang dibuktikan dengan piagam register negara akuntan yang diselenggarakan oleh menteri keuangan.

Kedua, profesi penunjang sektor keuangan. Dalam konteks ini, penyusunan laporan keuangan dapat dilakukan oleh pofesi penunjang sektor keuangan, yaitu: (i) akuntan berpraktik; atau (ii) akuntan publik. Dalam konteks ini maka akuntan berpraktik atau akuntan publik harus bertanggung jawab atas jasa yang diberikan.

Akuntan berpraktik dan akuntan publik yang dimaksud berarti yang telah memperoleh izin profesi dari menteri keuangan dan/atau telah terdaftar pada masing-masing kementerian, lembaga, dan/atau otoritas yang mewajibkan adanya pendaftaran untuk dapat memberikan jasa.

Sebagai informasi, penyusun laporan keuangan tersebut menyusun laporan keuangan untuk pelapor. Pelapor dalam konteks ini berarti: (i) pelaku usaha sektor keuangan; dan (ii) pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan yang merupakan pemilik laporan keuangan.

Baca Juga : Aturan Baru Pajak Olahraga

Pelapor yang merupakan pelaku usaha sektor keuangan, terdiri atas:

1. lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

2. perusahaan pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pegadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan; dan

3. pelaku usaha infrastruktur pasar keuangan, pelaku usaha di sistem pembayaran, lembaga pendukung di sektor keuangan, dan pelaku usaha sektor keuangan lain baik yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor keuangan.

Sementara itu, pelapor yang merupakan pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan, terdiri atas:

1. entitas yang melakukan pembukuan, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;

2. orang perorangan yang dipersyaratkan menyampaikan laporan keuangan pada saat melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan; dan/atau

3. orang perorangan yang wajib melakukan pembukuan berdasarkan ketentuan peraturan nerundang-undangan di bidang perpajakan

Kesimpulan

PP 43/2025 menegaskan bahwa laporan keuangan wajib disusun oleh pihak yang kompeten dan berintegritas guna menjamin kualitas dan kepercayaan. Untuk menghindari kesalahan dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, pastikan penyusunan laporan keuangan usaha Anda sudah sesuai regulasi. Jika masih ragu, konsultasikan bersama KWA Konsulting kami siap membantu Anda lebih aman dan tertib.

Aturan Baru Pajak Olahraga

 

Pajak olahraga adalah pungutan yang diterapkan pada aktivitas olahraga yang bersifat hiburan dan dijalankan secara komersial. Pajak olahraga ini dipungut oleh penyelenggara kegiatan olahraga.

KWA Consulting akan mengulas seputar pengenaan pajak olahraga dan jenis olahraga apa saja yang dikenakan pajak, ketentuan pengenaan pajak, serta besar tarif pajaknya.

Jenis Pajak Olahraga dan Dasar Hukumnya

Kegiatan olahraga masuk kategori kena pajak hiburan karena dipungut oleh pemerintah daerah (Pemda), dengan Undang - undang No.1 Tahun 2022 sebagai dasar hukumnya.

Dengan demikian, olahraga tidak dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) karena yang memungut pajaknya bukan pemerintah pusat, melainkan dikenakan pajak daerah.

Ketentuan pengenaan pajak olahraga berlaku pada kegiatan yang memenuhi syarat sebagai berikut:

  • Dijalankan untuk tujuan hiburan
  • Melibatkan pungutan biaya dari pengunjung atau pengguna jasa
  • Diselenggarakan secara profesional dan komersial

Pemilik usaha, pengelola tempat olahraga, atau penyelenggara kegiatan olahraga berbayar sebagai pihak yang memungut pajak olahraga dari pelanggan/konsumen.


Tarif Pajak Olahraga

Setiap pemerintah daerah berhak menentukan pengenaan pajak olahraga berbayar di masing-masing daerahnya. Namun batas maksimum tarif adalah 10 persen, sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU KHPD).

Sebagai contohnya, Pemerintah DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah (Perda) No.1 Tahun 2024 tentang PDRD, menetapkan tarif pajak olahraga sebesar 10% dari tarif biaya olahraga.

Baca Juga : YUK!Mulai Latihan Pelaporan SPT lewat Simulator Coretax

Jenis Olahraga Kena Pajak

Tidak semua kegiatan olahraga dikenakan pajak. Hal ini ditegaskan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui keterangan resminya pada media massa.

“Pajak hiburan dikenakan atas penyelenggaraan hiburan yang dilakukan secara komersial dan dipungut bayaran, termasuk olahraga rekreatif. Namun, olahraga prestasi atau kegiatan non-komersial tidak termasuk objek pajak hiburan,” -Ditjen Pajak, melalui keterangan resmi, 4 Juli 2025, seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

Jenis olahraga yang dikenakan tiap daerah bisa berbeda-beda. Saat ini, terdapat 21 jenis cabang olahraga yang dikenakan pajak hiburan di wilayah DKI Jakarta, di antaranya:

  1. Padel (olahraga rekreasional)
  2. Futsal (jika dilakukan di tempat sewa komersial)
  3. Biliar (di tempat hiburan, bukan arena prestasi)
  4. Painball (rekreasi outdoor dengan tiket masuk)
  5. Trampolin (bagian dari wahana bermain)
  6. Panahan (bila dilakukan di tempat sewa atau berbayar)
  7. Tenis Meja (khususnya yang disewakan untuk publik)
  8. Tenis Lapangan (bila disewakan ke individu secara komersial)
  9. Badminton (di luar kejuaraan, dalam bentuk sewa lapangan)
  10. Bowling (umumnya di pusat hiburan atau mall)
  11. Lari (hanya jika melalui lintasan khusus yang berbayar)
  12. Sepatu roda (jika dilakukan di area khusus)
  13. Panjat tebing indoor (di area komersial)
  14. Papan luncur (Skateboard jika dilakukan di tempat komersial)
  15. Panjat dinding (sewa fasilitas dengan tarif)
  16. Berkuda rekreasional (tidak termasuk kegiatan profesional atau pendidikan)
  17. Trampoline indoor (di area komersial)
  18. Arena bermain air (seperti waterboomwaterpark)
  19. ATV atau motor trail (rekreasi alam yang disewakan)
  20. Arena panahan modern (jika disewakan atau dipungut tiket)
  21. Golf simulator (berbeda dengan lapangan golf konvensional)

Golf (dikecualikan dari objek pajak karena dianggap sebagai olahraga prestasi dan memiliki karakter reguler dengan keanggotaan.

Baca Juga: Akurasi Pengawasan Pajak Meningkat, DJP Resmi Operasikan Sistem AI

Contoh perhitungan Pajak Olahraga

Tuan A menyewa lapangan futsal milik PT BBB di Jakarta selama 2 jam dengan harga sewa sebesar Rp800.000. Maka, berikut perhitungan pajaknya:

  • Biaya sewa = Rp800.000
  • Pajak hiburan (olahraga) 10% = Rp800.000 x 10% = Rp80.000
  • Total yang dibayarkan = Rp880.000

Dengan demikian, jumlah uang sewa lapangan futsal termasuk pajak yang harus dibayar Tuan A sebesar Rp880.000. Sedangkan PT BBB sebagai pemungut pajak hiburan (olahraga) yang harus menyetorkan ke kas pemda Jakarta sebesar Rp80.000.

Cara Mengetahui Apakah Olahraga Anda Kena Pajak atau Tidak

Untuk menentukan apakah suatu kegiatan olahraga dikenai pajak hiburan atau tidak, Anda dapat memerhatikan beberapa hal berikut:

  • Apakah aktivitas olahraga dilakukan di tempat berbayar atau bersifat komersial?
  • Apakah ada tiket atau pungutan biaya dari penyelenggara tempat olahraga?
  • Apakah kegiatan olahraga tersebut bersifat rekreasi atau hiburan umum?

Jika semua pertanyaan tersebut jawabannya “ya”, maka kemungkinan besar aktivitas olahraga tersebut masuk dalam kategori objek pajak hiburan sesuai ketentuan pemerintah daerah masing-masing.

Kesimpulan

Dengan adanya ketentuan pajak olahraga yang semakin tegas dan perlu diterapkan oleh setiap pelaku usaha, diharapkan para pemilik maupun pengelola fasilitas olahraga dapat lebih tertib dalam memungut, menghitung, dan menyetorkan pajak hiburan sesuai aturan daerah. Jika Anda masih bingung, ragu, atau khawatir salah dalam menentukan apakah usaha olahraga Anda termasuk objek pajak atau tidak, langsung saja konsultasikan ke kami sekarang! Yuk, buruan konsultasikan dengan KWA Consulting sebelum aturan ini menimbulkan masalah di kemudian hari!

 

 

 
 

 

YUK!Mulai Latihan Pelaporan SPT lewat Simulator Coretax

 

Menjelang masa pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2025, wajib pajak dapat mengenali fitur dan menu pelaporan yang tersedia dalam coretax administration system melalui Simulator Coretax.

Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan Simulator Coretax merupakan sarana edukasi online untuk membantu wajib pajak memahami cara lapor SPT Tahunan lewat Coretax. Simulasi Coretax akan memperagakan proses pelaporan SPT seperti kondisi sesungguhnya.

"Mau lapor SPT Tahunan? Gampang, pelajari dulu caranya lewat Simulator Coretax," imbau DJP melalui media sosial, dikutip pada Kamis (4/12/2025).

Baca Juga : Akurasi Pengawasan Pajak Meningkat, DJP Resmi Operasikan Sistem AI

DJP menjelaskan Simulator Coretax ini bisa digunakan untuk mempelajari tata cara pelaporan SPT Tahunan PPh badan dan orang pribadi. Caranya mudah, wajib pajak hanya perlu mengakses situs simulator resmi melalui tautan spt- simulasi.pajak.go.id.

Di laman login Simulator Coretax, wajib pajak hanya perlu mengisi kolom Username dengan 16 digit Nomor Induk Kependudukan (NIK) alias nomor KTP. Kemudian, mengisi kolom Password dengan mengetik P@jakTumbuh1ndonesiaT@ngguh.

"Dengan mengutamakan aspek kemudahan, simulator ini bisa Anda akses secara online, tanpa registrasi, dan hanya menggunakan satu password untuk semua pengguna," jelas DJP.

 

Setelah itu, wajib pajak akan masuk ke laman utama Simulator Coretax. Bagi wajib pajak badan, sebelum masuk ke langkah selanjutnya, lakukan proses impersonating pada dropdown list akun Anda. Tombol ini tersedia di bagian kanan atas tab simulator.

Untuk wajib pajak badan, Konsep SPT Tahunan PPh akan terbentuk secara otomatis dan dapat diakses melalui menu Konsep SPT. Sementara itu, wajib pajak orang pribadi perlu mengklik 'Buat Konsep SPT' terlebih dahulu.

Selain itu, Simulator Coretax juga dilengkapi dengan pop up notification yang memudahkan wajib pajak pengguna untuk mengikuti langkah-langkah simulasi melaporkan SPT Tahunan menggunakan coretax.

Kesimpulan
Dengan adanya Simulator Coretax, wajib pajak memiliki sarana belajar yang praktis untuk memahami alur pelaporan SPT Tahunan PPh secara mandiri. Fitur-fitur yang tersedia memberikan kemudahan, karena dapat diakses online tanpa registrasi, menggunakan satu password, serta dilengkapi panduan langkah demi langkah seperti proses pelaporan sebenarnya. Harapannya, melalui pemanfaatan simulator ini, wajib pajak semakin siap dan tertib dalam menyampaikan SPT Tahunan 2025 sehingga proses pelaporan menjadi lebih cepat, tepat, dan minim kesalahan.

Jika masih ragu, bingung, atau membutuhkan pendampingan dalam pelaporan pajak Anda, segera konsultasikan kebutuhan perpajakan Anda ke KWA Consulting Kami siap membantu!

Akurasi Pengawasan Pajak Meningkat, DJP Resmi Operasikan Sistem AI

 

Ditjen Pajak (DJP) ternyata sudah memiliki teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/Al) yang bisa digunakan untuk mendukung kerja petugas pajak.

Al dimaksud bernama Advanced Responsive Virtual Tax Assistant yang disingkat Arvita. Berdasarkan Laporan Tahunan DJP 2024, otoritas pajak menyebut Arvita telah digunakan sejak 2024.

"Kehadiran Arvita mempercepat analisis, mengurangi hambatan informasi, sekaligus meningkatkan efisiensi kerja di lapangan," jelas DJP dalam laporannya, dikutip pada Selasa (2/12/2025).

Arvita merupakan asisten virtual yang bisa digunakan oleh fiskus untuk mencari informasi terkait dengan potensi pajak dari sektor tertentu, isu aset kripto, transfer pricing, hingga aturan dasar perpajakan.

Baca Juga : Panduan Lengkap PTKP: Ketentuan, Status, dan Contoh Perhitungannya

"Kehadirannya membantu mempercepat proses kerja dan meningkatkan akurasi pengawasan," sebut DJP.

Sebagai informasi, OECD mencatat Al mulai banyak digunakan otoritas pajak di berbagai yurisdiksi untuk melaksanakan beragam proses bisnis, seperti mengukur risiko kepatuhan, mendeteksi fraud, serta memberikan pelayanan yang lebih personalised kepada wajib pajak.

Dari 54 yurisdiksi yang merupakan bagian dari OECD Forum on Tax Administration (FTA), sebanyak 22,2% telah menggunakan Al untuk berinteraksi dengan wajib pajak.

Lalu, 64,1% yurisdiksi anggota OECD FTA menggunakan Al untuk mengukur risiko kepatuhan wajib pajak. Kemudian, sebanyak 74,4% yurisdiksi menggunakan Al untuk mendeteksi fraud di bidang perpajakan.

Hanya 2,6% yurisdiksi anggota OECD FTA yang menggunakan Al untuk mendukung penyelesaian sengketa.

 

Kesimpulan

Dengan adanya pemanfaatan AI Arvita oleh DJP, proses analisis dan pengawasan perpajakan kini menjadi lebih cepat, akurat, dan efisien. Teknologi ini juga menunjukkan bahwa arah pengawasan akan semakin data-driven dan responsif.

Harapannya, para pelaku usaha dapat lebih siap beradaptasi dengan perkembangan teknologi perpajakan, meningkatkan kepatuhan, serta memahami potensi risiko sejak dini sebelum terjadi masalah.

Jika masih ragu, bingung, atau khawatir salah langkah dalam pengelolaan perpajakan, segera konsultasikan kebutuhan Anda dengan KWA Consulting Yuk, diskusi sekarang sebelum kebijakan dan teknologi baru ini diterapkan secara lebih luas!

 

Panduan Lengkap PTKP: Ketentuan, Status, dan Contoh Perhitungannya

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah batasan penghasilan yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi di Indonesia. Artinya, jika penghasilan seseorang tidak melebihi batas PTKP yang ditetapkan, maka ia tidak wajib membayar PPh. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban pajak bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan memastikan keadilan dalam sistem perpajakan.

Besaran PTKP Berdasarkan Status Wajib Pajak

Besaran PTKP ditentukan berdasarkan status pernikahan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak. Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016, besaran PTKP adalah sebagai berikut:

Wajib Pajak Tidak Kawin (TK):

  • TK/0: Rp54.000.000 per tahun
  • TK/1: Rp58.500.000 per tahun
  • TK/2: Rp63.000.000 per tahun
  • TK/3: Rp67.500.000 per tahun

Baca Juga:  SPT Tahunan 2025 Hampir Tiba, Aktivasi Coretax Masih Rendah

Wajib Pajak Kawin (K):

  • K/0: Rp58.500.000 per tahun
  • K/1: Rp63.000.000 per tahun
  • K/2: Rp67.500.000 per tahun
  • K/3: Rp72.000.000 per tahun

Wajib Pajak Kawin dengan Penghasilan Istri Digabung (K/I):

  • K/I/0: Rp112.500.000 per tahun
  • K/I/1: Rp117.000.000 per tahun
  • K/I/2: Rp121.500.000 per tahun
  • K/I/3: Rp126.000.000 per tahun

Tambahan PTKP diberikan sebesar Rp4.500.000 untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, dengan maksimal tiga orang tanggungan.

Contoh Penerapan PTKP 

Untuk memahami penerapan PTKP, berikut ada beberapa contoh informasi status wajib pajak:

  • Seorang karyawan belum menikah dan tidak memiliki tanggungan, maka status PTKP-nya adalah TK/0.
  • Seorang wajib pajak belum menikah namun menanggung 1 anggota keluarga sedarah, status PTKP-nya adalah TK/1
  • Seorang wajib pajak sudah menikah namun belum memiliki tanggungan. Wajib pajak ini memiliki NPWP terpisah dengan pasangannya. Maka, status PTKP adalah K/0.
  • Seorang karyawan sudah menikah dan memiliki 1 orang anak, dengan NPWP digabung dengan istrinya. Maka, status PTKP adalah K/I/1.

Setelah mengetahui status pernikahan dan banyaknya tanggungan seorang wajib pajak, baru dapat menghitung besaran pajak terutang atas penghasilannya.

Kesimpulan

Dengan memahami besaran PTKP berdasarkan status pernikahan dan jumlah tanggungan, Wajib Pajak dapat menghitung kewajiban perpajakannya dengan lebih tepat. Ketentuan PTKP ini bertujuan meringankan beban pajak bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta memastikan keadilan dalam sistem perpajakan. Setelah status PTKP ditentukan, barulah penghasilan kena pajak dapat dihitung untuk mengetahui berapa besar pajak terutang yang harus dibayarkan. Apabila masih bingung dalam menentukan status PTKP atau menghitung pajak, segera konsultasikan dengan KWA Consulting agar perhitungan pajak lebih akurat dan sesuai aturan yang berlaku.

 

SPT Tahunan 2025 Hampir Tiba, Aktivasi Coretax Masih Rendah

Direktorat Jendral Pajak (DJP) mencatat baru 3,32 juta wajib pajak yang sudah melakukan aktivasi akun coretax administration system. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (26/11/2025).

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyebut jumlah tersebut setara dengan 22,53% dari jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan 2024 sebanyak 14,78 juta wajib pajak, Adapun 14,78 juta wajib pajak itu terdiri atas 13,65 juta orang pribadi dan 1,12 juta badan.

Secara terperinci, baru 572.012 wajib pajak badan yang sudah melakukan aktivasi akun coretax. Jumlah tersebut setara dengan 50,84% dari jumlah wajib pajak badan yang melaporkan SPT Tahunan 2024.

Baca Juga :

Lalu, terdapat 2,75 juta wajib pajak orang pribadi yang sudah mengaktifkan akun coretax-nya. Jumlah tersebut setara dengan 20,19% dari jumlah wajib pajak orang pribadi yang sudah menyampaikan SPT Tahunan 2024.

Dari jumlah wajib pajak orang pribadi yang sudah mengaktifkan akun coretax tersebut, DJP mencatat baru 1,7 juta wajib pajak orang pribadi yang sudah memiliki kode otorisasi DJP atau sertifikat elektronik (sertel).

"Yang sudah registrasi kode otorisasi atau sertel ini sekitar 12,45%. Ini memang cukup menjadi PR besar. Tentu kami akan menjemput bola terus memberikan pelayanan yang terbaik," ujar Bimo.

Oleh karena itu, lanjut Bimo, DJP akan terus membuka segala saluran guna mendorong wajib pajak untuk mengaktifkan akun coretax dan membuat kode otorisasi ataupun sertel.

 

"Kami memberikan banyak channel pendaftaran dari channel digital kemudian channel offline di masing-masing kantor pelayanan kami di seluruh Indonesia," tuturnya.

Perlu diketahui, wajib pajak perlu mengaktivasi akun coretax mengingat sistem baru ini digunakan untuk menyampaikan SPT Tahunan 2025. Adapun kode otorisasi diperlukan untuk membubuhkan tanda tangan elektronik pada SPT.

"Coretax ini adalah satu akun untuk semua layanan. Kalau tidak diaktivasi, tidak bisa menikmati layanan D.JP. Jadi, wajib diaktivasi kalau mau lapor SPT. Kalau tidak diaktivasi, tidak bisa lapor SPT," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Rosmauli.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai ketentuan mengenai pegawai DJP untuk menjadi kuasa wajib pajak. Kemudian, ada juga bahasan perihal respons DJP soal fatwa perpajakan MUI, temuan praktik penghindaran pajak, dan lain sebagainya.

Kesimpulan

Rendahnya aktivasi akun Coretax menjelang SPT Tahunan 2025 menunjukkan masih banyak wajib pajak yang belum siap menghadapi sistem baru DJP. Padahal, tanpa aktivasi akun dan pembuatan sertel, wajib pajak tidak bisa menikmati layanan DJP maupun melaporkan SPT. Melihat kondisi ini, DJP pun terus membuka berbagai kanal layanan untuk memudahkan proses aktivasi.

Supaya pelaporan SPT 2025 Anda aman dan tidak terkendala, pastikan akun Coretax Anda segera diaktivasi! Jika masih bingung atau ragu bagaimana prosesnya, yuk konsultasi sekarang bersama KWA Consulting sebelum nanti justru kerepotan saat masa pelaporan tiba!

 
 
 
KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00