Info

Aspek Pajak Penghasilan (PPh) untuk Jasa Konstruksi

 

Di dalam benak masyarakat umum masih ada pertanyaan berkaitan dengan pajak atas jasa konstruksi. Selain bisa dilakukan pembayaran sendiri, sesuai dengan sistem pemungutan pajak withholding tax, penghasilan jasa konstruksi dapat dilakukan dengan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2, pemotongan PPh pasal 23 atau pemotongan PPh pasal 21. Lalu mana pemotongan pajak yang benar?

Ada beberapa kali perubahan ketentuan perpajakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) berkaitan dengan jasa konstruksi seperti PP No. 9 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas PP No.51 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi. Perubahan ini seiring dengan diundangkannya UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi.

Perubahan yang terjadi sehubungan dengan adanya PP dan UU ini adalah jenis usaha jasa konstruksi beserta tarifnya. Hal ini untuk mengakomodasi dinamika perubahan usaha jasa konstruksi agar masyarakan dapat membayar pajak lebih patuh lagi, selain untuk memberikan arah yang lebih jelas untuk pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi di tanah air.

 

Undang-undang terbaru ini membahas berbagai hal mengenai jasa konstruksi mulai dari ketentuan yang bersifat umum, dasar dan tujuan, tanggung jawab dan kewenangan masing-masing pihak hingga jenis dan struktur usaha jasa konstruksi yang ada di Indonesia. Syarat-syarat lain terkait pendirian usaha jasa konstruksi juga terangkum dengan jelas di dalam aturan tentang jasa konstruksi tahun 2017.

Apa itu jasa konstruksi? Sesuai pasal 1 UU No. 2 tahun 2017, Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi dan Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan jasa konstruksi, sementara itu penyedia jasa adalah pemberi layanan jasa konstruksi.

Pada pasal 4 ayat 2 huruf d UU Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan menyebutkan, salah satu penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah Usaha Jasa Konstruksi,  yaitu subjek yang bidang usahanya secara formal, merupakan jasa konstruksi. Artinya hanya pengusaha yang telah memperoleh sertifikasi terkait bidang jasa konstruksi dan mendapatkan kualifikasi tertentu saja yang masuk dalam pasal ini dan dikenakan pajak yang bersifat final.

Adapun pengusaha yang melakukan usaha jasa konstruksi adalah pengusaha yang telah mengantungi izin usaha di bidang konstruksi. Untuk usaha perseorangan yang akan memberikan layanan jasa konstruksi wajib memiliki Tanda Dafiar Usaha Perseorangan. Izin usaha tersebut biasa disebut Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK). Tanda Daftar Usaha Perseorangan dan izin usaha  diberikan oleh pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada usaha orang perseorangan atau badan usaha yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sertifikat atau berkas lain yang berlaku sebagai sertifikasi bisa berupa Sertifikat Badan Usaha atau SBU yang diterbitkan secara langsung oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha, badan usaha Jasa Konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (SBU) yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi. (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi).

SBU hanya berlaku selama tiga tahun sejak tanggal diterbitkannya. Untuk perpanjangan, harus dilakukan registrasi ulang pada tahun kedua dan ketiga. Jika tidak diperpanjang, maka SBU yang dimiliki tidak berlaku dan dikenai sanksi berupa pengenaan PPh Final lebih besar.

Sesuai dengan Pasal  3 ayat 1 huruf a, PP nomor 9 tahun 2022, tarif PPh final (PPh Pasal 4 ayat 2) sebesar 1,75% untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki sertifikat badan usaha kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan. Sebelumnya dikenakan tarif 2%, jadi ada penurunan tarif pada PP No. 9/2022 dibanding dengan tarif sebelumnya (PP No. 51/2008).  

Apabila tidak memiliki sertifikat atau SBU masa berlaku sudah habis maka tarif PPh final (PPh pasal 4 ayat 2) sebesar 4% (Pasal  3 ayat 1 huruf b). Untuk  sertifikasi dan kualifikasi yang lain baik untuk pengusaha jasa konstruksi yang SBUnya masih berlaku atau tidak berlaku lagi dapat dilihat pada Pasal 3 ayat 1 dari huruf a sampai dengan huruf g PP Nomor 9 tahun 2022.

Untuk jasa konstruksi yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23, apabila kita melihat pada pasal 23 ayat 1 huruf c angka 2 UU Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan dikenakan tarif sebesar 2% dan bersifat tidak final. Selain itu pada pasal 1 ayat 6 huruf Y dan Z Peraturan Menkeu No.141/PMK.03/2015 yang menyebutkan bahwa pekerjaan jasa konstruksi berupa jasa instalasi dan perawatan listrik, telepon, air, gas, AC dan lain sebagainya dikenakan pemotongan PPh pasal 23 apabila dilakukan oleh selain Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan tidak mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

Dengan demikian pengusaha atau badan usaha yang tidak teregistrasi dalam Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan tidak memiliki SBU, maka pengenaan PPh atas imbalan yang diterima tidak menjadi objek PPh Final Pasal 4 Ayat 2 Jasa Konstruksi. Imbalan tersebut akan masuk dalam objek pemotongan PPh pasal 23 apabila perusahaan tersebut merupakan WP Badan dalam negeri. Jika merupakan WP Orang Pribadi, maka akan dikenakan pemotongan PPh 21. Keduanya bersifat tidak final. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

 

KESIMPULAN

Dalam jasa konstruksi, pemotongan pajak tergantung pada sertifikasi penyedia jasa. Perubahan regulasi, seperti PP No. 9 Tahun 2022, menurunkan tarif PPh Pasal 4 ayat 2 menjadi 1,75% untuk penyedia jasa bersertifikasi kualifikasi kecil. Sertifikasi, seperti SIUJK atau SBU, menentukan tarif pajak. Tanpa sertifikasi, tarif naik menjadi 4%. Kepatuhan dan pemahaman regulasi terbaru kunci untuk optimalisasi pemotongan pajak yang sesuai.

Nah itulah informasi Tentang PPH atas Jasa Kontruksi, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Ini dia Cara Mengatasi Lupa Kode Efin

Mengatasi Lupa Kode Efin

Sebentar lagi akan tiba masa pelaporan SPT Tahunan. Batas waktu pelaporan terakhir bagi individu/pegawai adalah 3 bulan setelah akhir tahun pajak. Sementara itu, batas waktu pelaporan terakhir bagi instansi adalah 4 bulan setelah akhir tahun pajak. E-Filling merupakan salah satu layanan pelaporan SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Penggunaan electronic filing membutuhkan EFIN (Electronic Filing Identification Number), yaitu nomor identifikasi yang diterbitkan oleh DJP kepada wajib pajak yang melaporkan SPT melalui e-filing, dan pembuatan kode akuntansi pembayaran pajak.

EFIN berlaku seumur hidup, dan wajib pajak dapat mendaftar di halaman aplikasi DJP Online. Bagi wajib pajak terdaftar, efin juga harus mengubah kata sandi atau alamat email di halaman aplikasi online DJP saat melaporkan SPT atau layanan perpajakan lainnya.

Dengan demikian EFIN sangat banyak kegunaannya, login DJP online juga tidak bisa dilakukan jika pengguna lupa EFIN. Lalu bagaimana cara mengatasi lupa kode EFIN?

  • Menghubungi KPP melalui telepon/Email

Kamu dapat mengajukan permohonan layanan lupa EFIN dengan menghubungi nomor telfon resmi kantor pajak (KPP). Kamu dapat melihat nomor telfon resmi KPP tempat kamu mendaftar melalui www.pajak.go.id/unit-kerja.

Untuk memastikan bahwa penelepon adalah wajib pajak yang bersangkutan, petugas memeriksa dan meminta informasi Bukti Kepemilikan (PORO) yakni proses verifikasi informasi wajib pajak yang memastikan bahwa orang yang menelepon atau mengirimkan permintaan melalui email adalah wajib pajak/pengelola badan tersebut.

Sedangkan jika melalui email, kamu dapat langsung mengirimkan PORO tersebut berupa lampiran dokumen berisi:

  • Pindai formulir permohonan EFIN serta beri centang jenis permohonan cetak ulang. Formulir dapat diunduh langsung dari www.pajak.go.id/id/formulir-permohonan-EFIN
  • ID (KTP untuk WNI, KITAP/KITAS untuk WNA)
  • Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau NPWP
  • Swafoto memegang KTP dan kartu NPWP
  • Menghubungi KPP Pajak di media sosial

Kamu dapat menghubungi akun media sosial KPP yang terdaftar. Mulai dari Twitter, Facebook atau Instagram. Berikutnya pihak KPP akan mengkonfirmasi PORO yang kamu miliki dan memberikan langkah-langkah untuk menyelesaikannya

  • Agen Kring Pajak

Kamu juga bisa menanyakan hal ini dengan menghubungi Agen Pajak Kring di 1500200.

 

KESIMPULAN

Dengan mengambil salah satu opsi di atas, wajib pajak dapat memulihkan atau mendapatkan kembali informasi EFIN yang dibutuhkan untuk proses electronic filing SPT. Pastikan untuk memberikan informasi yang akurat dan sesuai untuk mempermudah proses verifikasi identitas.

Nah itulah informasi Tentang Kode Efin, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Ini Alasan Penggemar Musik Harus Memahami Pajak Tiket Konser

Alasan Penggemar Musik Harus Memahami Pajak Tiket Konser

Bagi para penggemar musik, konser merupakan momen yang ditunggu-tunggu untuk bisa bertemu dengan penyanyi atau band idola secara langsung. Karena musik dapat menembus batasan bahasa, banyak musisi dari berbagai negara mengadakan konser dan menemui basis penggemar mereka di tanah air. Untuk mendatangkan penyanyi atau band favorit dari luar negeri ke Indonesia pastinya membutuhkan biaya yang tak sedikit, sehingga harga tiket konser juga umumnya tak murah. Belum lagi ada tambahan pajak yang dikenakan pada saat membeli tiket konser. Hal ini membuat harga tiket konser menjadi lebih mahal.


Untuk itu, tak ada salahnya bagi penggemar musik untuk paham pajak tiket konser. Mengapa penggemar musik harus memahami pajak tiket konser? Berikut beberapa alasannya:

 

1. Mengetahui Kontribusi Pajak Tiket Konser Terhadap Negara

Pajak tiket konser merupakan jenis pajak yang dikenakan pada tiket konser atau pertunjukan musik dan seni lainnya. Pajak ini merupakan kontribusi bagi penerimaan negara yang dapat digunakan untuk pembangunan dan pembayaran berbagai layanan publik.

 

2. Membantu Memahami Biaya Tiket Konser yang Sebenarnya

Pajak tiket konser wajib dipungut oleh promotor atau pihak penyelenggara acara dan umumnya ditambahkan ke dalam harga tiket konser. Dengan memahami pajak tiket konser, penggemar musik dapat mengetahui besaran biaya pajak terkait tiket konser dan tidak terkejut saat membeli tiket konser.

 

3. Mencegah Kecurangan dan Praktik Ilegal
Dalam beberapa kasus, terdapat praktik-praktik ilegal seperti penjualan tiket palsu atau penipuan dalam hal pembayaran pajak tiket konser. Dengan memahami pajak tiket konser, penggemar musik dapat memahami hak dan kewajibannya sebagai pembeli tiket konser dan dapat melaporkan praktik-praktik ilegal jika ditemukan.

 

Pajak Tiket Konser


Konser musik merupakan salah satu objek pajak hiburan. Hiburan sendiri adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.


Pajak hiburan merupakan jenis pajak daerah. Artinya, ketentuan pengenaan pajak diatur oleh masing-masing daerah sehingga ada kemungkinan bahwa kebijakan pajak di satu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Lebih lanjut, pengelolaan pajak daerah tidak dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), melainkan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).


Salah satu contoh aturan pajak hiburan yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2010 stdd Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan, yang salah satunya mengatur mengenai pajak tiket konser di wilayah DKI Jakarta.


Pajak tiket konser musik dipungut atas jasa penyelenggaraan konser musik yang dipungut bayaran. Wajib Pajak dari jenis pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan konser musik. Adapun pajaknya dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang menikmati konser.


Besarnya pajak tiket konser dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak, yaitu jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara konser termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penonton. Tarif pajak tiket konser di Provinsi DKI Jakarta bervariasi bergantung pada kelasnya, yaitu sebagai berikut:

 

  1. Tarif pajak untuk konser berkelas lokal/tradisional sebesar 0% (nol persen);

  2. Tarif pajak untuk konser berkelas nasional sebesar 5% (lima persen); dan

  3. Tarif pajak untuk konser berkelas internasional sebesar 15% (lima belas persen).

Pajak tiket konser terutang pada saat penyelenggaraan konser. Dalam hal pembayaran diterima sebelum konser diselenggarakan (misalnya pembelian dan pembayaran tiket konser dilakukan sebelum hari pelaksanaan konser), pajak akan terutang pada saat terjadi pembayaran.

 

Mengapa tiket konser tidak dikenakan pajak pusat?


Berdasarkan PMK Nomor 70/PMK.03/2022, konser musik sebagai salah satu jasa kesenian dan hiburan termasuk dalam jenis jasa tertentu yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini karena konser musik telah menjadi objek pajak daerah sesuai ketentuan perundang-undangan pajak daerah. Pengaturan ini dimaksudkan agar tidak terjadi pemungutan pajak berganda antara pajak daerah dengan pajak pusat berupa PPN. 

 

 

KESIMPULAN

Pemahaman mengenai regulasi ini membantu memberikan para penggemar kejelasan mengenai aspek pajak musik untuk lebih bijak dalam memahami aspek pajak yang terkait dengan hiburan yang mereka nikmati.

Nah itulah informasi Tentang Perpajakan, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

Simak Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Di penghujung tahun 2023, pemerintah menyempurnakan ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu berupa objek pajak yang dapat diberikan pengurangan PBB, tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan pengurangan PBB, serta pemberian pengurangan PBB secara jabatan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2023 (PMK 129/2023) yang mulai efektif berlaku pada 30 Desember 2023.

Dalam ketentuan tersebut, pemerintah menegaskan bahwa Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan pengurangan PBB kepada subjek pajak yang wajib membayar PBB. Pengurangan diberikan melalui dua skema, yaitu permohonan sendiri atau secara jabatan.
 

Pemberian Pengurangan PBB Berdasarkan Permohonan Sendiri
Secara umum, Wajib Pajak dapat melakukan permohonan sendiri untuk memperoleh pengurangan PBB dalam hal:
  1. Terdapat kondisi tertentu, berupa kesulitan dalam melunasi kewajiban pembayaran PBB akibat mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas yang berasal dari kegiatan pengusahaan objek PBB selama 2 (dua) tahun berturut-turut; dan
  2. Terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud berkaitan dengan objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak, meliputi sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, pertambangan mineral atau batubara, dan sektor lainnya. Hal tersebut diatur secara rinci dalam Pasal 3 ayat (3) PMK 129/2023. Pada kondisi tertentu, pengurangan PBB dapat diberikan paling tinggi 75% dari jumlah PBB yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKPPBB).

Lebih lanjut, bencana alam sebagaimana dimaksud adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana. Sedangkan sebab lain yang luar biasa adalah bencana non-alam atau bencana sosial yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non-alam atau yang diakibatkan oleh manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana. Dalam kondisi bencana atau sebab lain yang luar biasa, pemerintah dapat memberikan pengurangan PBB paling tinggi 100% dari jumlah PBB yang masih harus dibayar dalam SPPT, SKPPBB, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB).

 

Bagaimana Cara Melakukan Permohonan Pengurangan PBB?
Secara umum terdapat langkah mudah dalam melakukan permohonan pengurangan PBB:
  1. Wajib Pajak membuat permohonan pengurangan PBB dan ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak.
  2. Permohonan tersebut disampaikan melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Objek PBB terdaftar.
  3. Dalam hal terdapat kondisi tertentu, permohonan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT atau 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKPPBB. Apabila terdapat pembetulan atas SPPT atau SKPPBB, permohonan diajukan dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat keputusan pembetulan tersebut.
  4. Dalam hal terjadi bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, permohonan diajukan pada tahun terjadinya bencana alam atau sebab lain yang luar biasa tersebut.
  5. Ketentuan jangka waktu pada poin 3 dan 4 tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak dapat membuktikan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan (disertai bukti pendukung).
  6. 1 (satu) permohonan diberikan untuk 1 (satu) SPPT, SKPPBB, atau STP PBB.
  7. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan besarnya persentase pengurangan PBB yang dimohonkan beserta alasan permohonan.
  8. Permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau pihak lain dengan surat kuasa khusus.
  9. Permohonan dilampiri dengan:
    a. Laporan keuangan atau dokumen yang paling sedikit memuat harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya untuk permohonan dalam hal terdapat kondisi tertentu; atau
    b. Surat pernyataan dari Wajib Pajak dan surat keterangan dari instansi terkait yang menyatakan bahwa objek PBB terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
  10. Permohonan disampaikan secara langsung, melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, atau secara elektronik.
  11. Permohonan tidak dapat dilakukan atas SPPT, SKPPBB, dan/atau STP PBB yang telah diberikan keputusan pengurangan PBB.
Selain itu, untuk mengajukan permohonan pengurangan PBB, Wajib Pajak harus memenuhi ketentuan seperti: tidak sedang mengajukan keberatan atas SPPT atau SKPPBB, tidak sedang mengajukan permohonan pengurangan denda administratif atas SKPPBB, tidak sedang mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan atas SPPT atau SKPPBB yang tidak benar, serta tidak sedang mengajukan pembetulan atas SPPT atau SKPPBB. 

Apabila permohonan dilakukan dalam hal terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, maka Wajib Pajak harus memenuhi ketentuan seperti: mencabut pengajuan keberatan atas SPPT atau SKPPBB, mencabut banding atau mencabut permohonan peninjauan kembali (apabila belum diterbitkan putusan), mencabut permohonan pembetulan/pembatalan/pengurangan sanksi atas SPPT, SKPPBB, atau STP PBB, serta mencabut permohonan pengurangan atas SPPT atau SKPPBB yang tidak benar.

 

Tindak Lanjut Permohonan Pengurangan PBB
Atas permohonan yang telah diajukan, kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) akan menindaklanjuti permohonan tersebut dengan melakukan pengujian, penelitian, dan memberikan keputusan. Apabila permohonan pengurangan PBB tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan, maka permohonan tersebut akan dikembalikan kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali. 

Lebih lanjut, apabila permohonan tersebut telah memenuhi ketentuan dan persyaratan, selanjutnya kepala Kanwil DJP dapat meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan, serta melakukan peninjauan lokasi. Permintaan dokumen tersebut harus dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama:
  • 15 hari kerja sejak tanggal pengiriman surat permintaan dokumen untuk permohonan pengurangan PBB ketika terdapat kondisi tertentu; atau
  • 5 hari kerja sejak tanggal pengiriman surat permintaan dokumen untuk permohonan pengurangan PBB ketika terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
Setelah menganalisis kondisi objek PBB beserta dokumen, data, dan/atau informasi, kepala Kanwil DJP memberikan keputusan. Keputusan dapat berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, atau menolak permohonan Wajib Pajak. Keputusan harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal permohonan pengurangan PBB diterima. Jika melebihi jangka waktu 4 bulan, maka permohonan dianggap dikabulkan seluruhnya.
 

Pemberian Pengurangan PBB Secara Jabatan
Selain melalui permohonan sendiri oleh Wajib Pajak, pemerintah juga dapat memberikan pengurangan PBB kepada Wajib Pajak secara jabatan (tanpa melalui permohonan pengurangan PBB). Hal tersebut diberikan kepada Wajib Pajak yang terkena bencana alam. Jumlah pengurangan PBB yang dapat diberikan secara jabatan paling tinggi 100% dari PBB yang masih harus dibayar dalam SPPT, SKPPBB, atau STP PBB namun belum dilunasi oleh Wajib Pajak.
 
 
 
 
KESIMPULAN
Pemberian pengurangan PBB secara jabatan memberikan fleksibilitas kepada pemerintah untuk membantu Wajib Pajak yang terkena bencana alam tanpa memerlukan permohonan formal. Dengan demikian, peraturan ini memberikan langkah-langkah konkret untuk mendorong keseimbangan antara kewajiban pembayaran PBB dan kondisi ekonomi atau bencana yang mungkin mempengaruhi kemampuan Wajib Pajak.

Dengan adanya peraturan ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

CATAT! PMK BARU, PASAL 65 PMK 18/2023 BELUM PKP BISA KREDITKAN PAJAK MASUKAN

PMK BARU, PASAL 65 PMK 18/2023 BELUM PKP BISA KREDITKAN PAJAK MASUKAN

Pengkreditan pajak masukan sebelum PKP merupakan mekanisme baru yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 (PMK 18/2021). Peraturan ini dikeluarkan karena mekanisme pengkreditan pajak masukan sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh pengusaha yang dikukuhkan sebagai PKP. Lantas, bagaimana ketentuan dan perhitungan pengkreditan pajak masukan sebelum jadi PKP?

 

KETENTUAN

Sebelum berlakunya PMK 18/2021, pajak masukan bagi pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan. Namun, guna menyeimbangkan perlakuan hak dan kewajiban bagi PKP, pemerintah memberikan relaksasi pengkreditan pajak masukan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 (PMK 18/2021).

pada Pasal 65 PMK 18/2023, Wajib Pajak kini dapat mengkreditkan pajak masukan sebelum dikukuhkan sebagai PKP. Sesuai dengan pasal tersebut, pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKPTB dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, dapat dikreditkan oleh PKP sebesar 80% dari pajak keluaran yang seharusnya dipungut.

Pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan sejak pengusaha wajib dikukuhkan menjadi PKP sampai dengan dikukuhkannya pengusaha menjadi PKP. Sebagai contoh, penyerahan terutang PPN dari PT A di bulan Mei 2023 telah mencapai Rp5,2 miliar. PT A wajib dikukuhkan paling lambat 30 Juni 2023. Namun, PT A baru dikukuhkan pada 5 September 2023. Dengan demikian, pajak masukan sebesar 80% dapat dikreditkan untuk penyerahan terutang sejak 30 Juni 2023 sampai dengan 5 September 2023.

 

CONTOH KASUS DAN PERHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN SEBELUM PKP

PT KWA merupakan badan usaha yang bergerak di bidang konsultan. Selama tahun 2021, PT KWA mendapatkan total peredaran bruto (penyerahan terutang PPN) sebesar Rp4.500.000.000 sehingga perusahaan belum wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Kemudian pada periode 1 Januari 2022 sampai dengan 7 Mei 2022, PT KWA membukukan total peredaran bruto sebesar Rp4.800.000.000. Atas nilai tersebut, KWA pun harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama tanggal 30 Juni 2022. Namun, PT KWA baru melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 1 Oktober 2022.


Pada tanggal 18 Juni 2023, KPP A melakukan pemeriksaan PPN terhadap PT Idea untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2023. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pemeriksa pajak menemukan data sebagai berikut.

  1. Peredaran bruto PT KWA untuk tahun buku 2022 sebesar Rp10.000.000.000;

  2. Penyerahan jasa sejak PT KWA dikukuhkan sebagai PKP (tanggal 1 Oktober 2022) sampai dengan tanggal 31 Desember 2022 sebesar Rp1.700.000.000; dan

  3. Penyerahan jasa oleh PT KWA untuk periode sejak PT Idea seharusnya dikukuhkan sebagai PKP, yaitu tanggal 30 Juni 2022 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2022, sebesar Rp2.500.000.000.

BERIKUT PERHITUNGANNYA

Dengan relaksasi pengkreditan pajak masukan, jumlah PPN Kurang Bayar menjadi lebih kecil, yakni semula Rp275.000.000 menjadi Rp55.000.000. Dengan demikian, sanksi yang harus ditanggung PKP pun akan lebih kecil.

 

 

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengkreditan pajak masukan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak yang belum dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini diatur dalam PMK 18/2021 yang menyatakan bahwa pengkreditan pajak masukan sebelum PKP dapat dilakukan dengan tarif sebesar 80% dari pajak keluaran yang seharusnya dipungut.

Contoh perhitungan di atas diharapkan dapat memberikan gambaran sederhana mengenai mekanisme hingga perhitungan pengkreditan pajak masukan untuk Anda yang belum berstatus PKP.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.

Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Simak Penghasilan Karyawan di Bawah PTKP, Bupot PPh 21 Tetap Dibuat

Perlu diketahui, pemotong pajak tetap perlu membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21, meskipun jumlah penghasilan pegawai di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Sebagai informasi, Bukti Potong adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada Surat Setoran Pajak (SSP) di Indonesia.

Hal ini adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bukti bahwa pembayar pajak telah menyetor pajak yang terutang kepada pemerintah. Bukti potong sangat penting untuk membuktikan bahwa pembayaran pajak telah dilakukan dengan benar. Pembayar pajak seringkali perlu menyimpan dan menyajikan SSP ini dalam berbagai transaksi atau keperluan administratif.

Baca juga: Ketentuan Pemotongan Tarif Efektif PPh 21 dalam PMK 168/2023

Melalui Pasal 3 ayat 2 PER-2/PJ/2024, DJP menjelaskan secara rinci kondisi yang mengharuskan pemotong pajak tetap membuat bupot PPh Pasal 21. Kondisi yang dimaksud di antaranya ialah tidak ada pemotongan PPh Pasal 21, karena jumlah penghasilan pegawai di bawah PTKP.

Lalu, sesuai dengan Pasal 3 ayat 2 huruf a PER-2/PJ/2024, disebutkan bupot PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 tetap dibuat dalam hal tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, karena jumlah penghasilan yang diterima tidak melebihi PTKP.

Selain tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, karena jumlah penghasilan yang diterima tidak melebihi PTKP. Kemudian, ada 4 kondisi lainnya yang mengharuskan pemotong pajak untuk membuat bupot PPh Pasal 21/26.

Baca juga: DJP Luncurkan Aplikasi e-Bupot 21/26

Pertama, pemotong pajak tetap membuat bupot PPh Pasal 21 dengan jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong nihil. Lalu, jumlah PPh Pasal 21 nihil, karena adanya surat keterangan bebas (SKB) atau dikenakan tarif 0%.

Kedua, pemotongan pajak tetap perlu membuat bupot PPh Pasal 21 dalam hal PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Ketiga, pemotong pajak tetap perlu membuat bupot PPh Pasal 21, dimana PPh Pasal 21 diberikan fasilitas PPh sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Keempat, pemotong pajak tetap perlu membuat bupot PPh Pasal 26, meskipun jumlah PPh Pasal 26 yang dipotong nihil sesuai ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) yang ditunjukkan dengan adanya surat keterangan domisili (SKD) atau tanda terima SKD wajib pajak luar negeri.

 

KESIMPULAN

Bupot PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 harus dibuat oleh pemotong pajak dalam beberapa kondisi tertentu, seperti ketika tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 karena penghasilan di bawah PTKP atau dalam situasi khusus lainnya yang diatur oleh peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Hal ini mencerminkan ketentuan yang komprehensif untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan perpajakan yang berlaku.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00